Oleh: Ady Amar
Hidayatullah.com | SEBENARNYA tidak ada yang istimewa dari hasil yang dirilis lembaga survei Indikator Politik Indonesia, yang dikomandani Burhanudin Muhtadi.
Tidak ada yang mengejutkan dari hasil survei itu, yang kali ini memposisikan Anies Baswedan ada di posisi pertama dari 17 nama yang dimunculkan.
Survei terbaru ini tentang pilihan anak muda (milineal) terhadap calon presiden (capres) yang nantinya akan dipilihnya. Ada 17 nama populer yang dimunculkan.
Dari 17 nama, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, menempati urutam pertama, dengan 15,2 persen. Sedang di urutan dua, Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, dengan 13,7 persen. Dan lalu, Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, 10,2 persen.
Selanjutnya, Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ada di posisi 4, Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan, ada di posisi 5, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat, ada di posisi 6.
Pada rilis hasil survei lembaga lain, secara umum Prabowo selalu ada di urutan pertama. Tapi tidak kali ini, di mata kaum milineal, tampaknya Prabowo kurang diminati untuk jadi pilihan.
Banyak kalangan yang tidak terlalu percaya hasil survei, yang memang hadir karena pesanan. Dan karenanya hasilnya selalu memenangkan pihak-pihak yang memakai jasa lembaga survei itu.
Memakai jasa lembaga survei untuk melihat elektabilitas yang bersangkutan, sekaligus untuk mengatrol namanya agar setidaknya diperhitungkan untuk dipilih.
Baca: Anies Lagi-lagi Menyambar Lagi, Apa-apaan Ini
Tapi kali ini survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, hasil survei yang mengkhususkan pilihan anak muda, menempatkan Anies di posisi pertama, meski hasilnya tidak signifikan. Bahkan dengan urutan 2 dan 3 tidak terlalu jauh. Kisaran 1,5 – 5 persen.
Lalu muncul pertanyaan susulan, kenapa Anies Baswedan yang sarat prestasi dengan penghargaan setumpuk itu, baik penghargaan dari lembaga dalam negeri maupun internasional, tapi hasil surveinya cuma segitu-segitu saja. Bedanya kok cuma tipis (1,5 persen) dengan Ganjar Pranowo, yang menempati posisi 2.
Setidaknya itu jadi pertanyaan, karena dalam dua periode kepemimpinannya, Ganjar tidak menampakkan kemajuan berarti di Provinsi Jawa Tengah, kecuali banjir masif diberbagai kota dan kabupaten di wilayahnya.
Wajar jika lalu orang mempertanyakan hasil survei yang dilansir itu, yang tidak sesuai dengan realita yang ada. Hal biasa jika hasil survei dikecil dan besarkan sesuai yang membayar. Yang dirilis tentu tidak sama dengan hasil yang tidak dirilis, dan itu yang diserahkan pada pemesan.
Banyak lembaga survei yang hadir tidak sekadar mensurvei, tapi juga mempolitisir hasil surveinya, sesuai dengan yang diinginkan. Maka, banyak lembaga survei yang sekaligus merangkap jadi konsultan politik dari pihak yang memesannya.
Apakah semua lembaga survei demikian buruknya, tentu tidak. Ada juga lembaga survei yang meski dibayar pihak yang akan berkontestasi tapi bekerja secara profesional, dan tetap menjaga integritasnya.
Hanya saja lembaga survei yang “nakal” yang lebih banyak menguasai pemberitaan media. Tampil di televisi dengan lagak yang seolah bisa merubah peta politik pemilih dengan sim salabim. Tampilannya norak, sepertinya dibayar cuma untuk gebuki Anies. Meski tetap menempatkan Anies di posisi 2 atau 3 dari rilis surveinya.
Lagaknya seperti buzzerRp, menyerang Anies tapi tidak kandidat lain, dan ini kasat mata. Bekerja untuk siapa, tentu bisa dilihat dari siapa yang dibelanya, meski coba disamar-samarkan. Makin bertingkah macam-macam makin tahu apa yang hendak disasar.
Baca: Anies Presiden, Jakarta Bebas Banjir, In Syaa Allah
Akan Terus Mengalir
Anies ditempatkan pada urutan pertama, calon presiden yang paling banyak dipilih kaum muda, itu tidaklah mengherankan. Kebijakan pembangunan di Jakarta memang memanjakan kaum muda.
Itu bisa dilihat dari berbagai fasilitas untuk kaum muda mengekspresikan diri, seperti banyaknya arena skateboard, penyediaan jalur sepeda, dan lainnya.
Namun demikian, sebagaimana yang sudah-sudah, Anies Baswedan tidak lalu larut dalam hingar bingar rilis lembaga survei itu. Mau menempatkannya diurutan keberapa, buatnya sepertinya tidak masalah.
Seolah ia tahu diri, bahwa fokus pada pekerjaannya sebagai Gubernur Jakarta, itu memang kewajiban yang diamanahkan. Dan itu prioritas utamanya.
Maka hingar bingar bicara 2024 (Pilpres) tampaknya dihindarinya. Tentu semata agar ia bisa tetap fokus menyelesaikan tugas-tugasnya, sesuai janji kampanyenya. Beberapa hal memang masih terganjal, terutama pelepasan saham Pemprov DKI Jakarta pada perusahaan bir, PT Delta Djakarta, Tbk.
Baca: Rasisme, Anies Baswedan, dan Jejak Darah Kepahlawanan
Tampaknya Anies ingin 2022 saat ia mengakhiri jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta, ia bisa sudahi dengan akhir yang indah. Maka sisa waktu lebih kurang 1 tahun ini, pastilah ia akan kerjakan apa-apa yang belum diselesaikan.
Setelah itu, pastilah Anies akan buat panggung besar, tentu jika ia serius ingin maju sebagai kandidat Presiden 2024. Waktu satu setengah tahun sampai pendaftaran sebagai kandidat, tentu akan digunakan sebaik-baiknya untuk sosialisasi kebijakan, yang nantinya akan ia penuhi jika takdir membawanya memimpin negeri ini.
Anies tentu akan diuntungkan oleh karya-karya yang diwariskannya di Jakarta, dan itu menjadi saksi, bahwa ia bekerja sepenuh hati. Tidak semua orang bisa melihatnya, dan cuma yang berhati bersih saja yang bisa melihat itu dengan terang benderang.
Anies Baswedan agaknya akan terus mengalir, dan tidak tahu persis ia akan terhenti, atau justru tetap mengalir dengan diberi beban amanah yang lebih besar untuk dipikulnya. Tidak ada yang tahu persis, memang… (*)
Kolumnis, tinggal di Surabaya