Lagu Maher Zain dikemas sesuai selera pasar Barat berhasil menyentuh hati pemeluk agama di luar Islam, perlukah ‘band muslim’ seperti Raef atau Linkin Park?
Oleh: Azwar Tahir
Hidayatullah.com | RAEF, musisi Muslim asal Washington, pernah merilis lagu cover “One More Light”. Lagu ini aslinya milik band rock asal California, Linkin Park.
Saya pribadi menyukai intrumentasi ala Linkin Park. Berkarakter. Tapi soal lirik dan stage performance, itu BAB lain. Tragisnya, sang vokalis meninggal karena bunuh diri akibat depresi berkepanjangan.
Raef, seperti Maher Zain, Mesut Kurtis, Harris J, dan kawan-kawan bernaung di bawah manajemen Awakening Music. Awakening Music sendiri bernaung di bawah Deventi Group. Tentang Deventi Group boleh telaah di tulisan saya lainnya berjudul “Menanti Deventi Ala Indonesia” (Oktober, 2021).
Dan Deventi Group digawangi di antaranya oleh Sharif Hasan Al Banna, seorang intelektual Inggris yang juga berkiprah di Center of Islamic Legislations and Ethics (CILE) yang berbasis di Hamad bin Khalifa University, Qatar. Allahyarham Syaikh Yusuf Al-Qardhawi hadir di momen peluncuran lembaga pemikiran ini.
Raef saya kira artis Awakening yang paling dekat dengan Indonesia. Belum lama, ia mengunggah videonya bersama band D’Massive. Raef juga merilis lagu “Land of Light”, isinya tentang Indonesia. Berikut petikannya;
“Ujung Sabang serambi Makkah
Huwooo..huwooooo
Ujung Jawa hingga ke Bali
Huwooo..In the Land of Light
Danau Toba lalu Toraja
Huwooo..huwooooo
Jogjakarta lalu Jakarta
Huwooo..In the Land of Light”
Ok, kita kembali ke One More Light. Saya tertarik mengikat insight ini karena kefikiran apa bisa suatu hari nanti ada band Muslim yang mengusung genre semisal Linkin Park?
Atau lebih luas dari skop itu, lahir band-band Muslim yang mengusung genre musik yang beragam? K-Pop, Reggae, atau Metal bahkan.
Kenapa? Motifnya tentu saja berpijak pada dakwah. Memasuki genre ini memungkinkan mereka yang fans dengan band-band tersebut pada akhirnya tersentuh dakwah Islam.
Lagu Maher Zain, “Antassalam”, yang dikemas sesuai selera pasar Barat bahkan berhasil menyentuh hati pemeluk agama di luar Islam. Padahal jika dicermati isinya bertutur tentang dzikir masyhur usai shalat. Ide dasarnya tentang ekspansi.
Terima kasih kepada CILE karena menginisiasi pembaharuan pemikiran keislaman. Saya sangat menyarankan rekan-rekan untuk follow lembaga ini.
Salah satu poin plus CILE, menggabungkan apa yang mereka sebut sebagai “Scholars of Text” dan “Scholars of Context”. Yang pertama adalah para ulama yang memberikan insight mereka dari perspektif syariah.
Sedangkan yang kedua para praktisi yang menggeluti bidang yang dibahas para ulama. Misalnya, CILE menghadirkan Yusuf Islam / Cat Stevens sebagai pembicara.
Di antara publikasi CILE yang dirilis ke publik, bertajuk “What Is Islamic Art? And What Makes Art Islamic?” karya Abdullah Al Juda’i dan Jonas Otterbeck. Otterbeck sendiri merilis buku Open Access berjudul “The Awakening of Islamic Pop Music (Music and Performance in Muslim Contexts)”.*
Alumni Social Sciences University of Ankara (ASBU), Ankara