Hidayatullah.com—Lebih dari 4.800 anak diduga menjadi korban pelecehan seksual di Gereja Katolik Portugal, dimana 512 korban muncul untuk mengungkap perbuatan keji tersebut. Pejabat senior gereja Portugal sebelumnya menutup kasus ini dengan mengklaim hanya segelintir kasus yang terjadi.
Namun, panel ahli yang memeriksa kasus pelecehan di gereja tersebut mengungkapkan beberapa cerita mengerikan tentang dugaan tindakan yang dimasukkan dalam laporan akhir mereka.
Komite Independen untuk Studi Pelecehan Anak di Gereja Katolik – yang dibentuk oleh para uskup Portugal lebih dari setahun yang lalu – sedang memeriksa dugaan kasus sejak tahun 1950 dan seterusnya.
Panel mengatakan batas waktu untuk sebagian besar kasus dalam laporan tersebut telah kedaluwarsa dan hanya 25 tuduhan yang diajukan ke jaksa penuntut umum.
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakannya Ketua Konferensi Waligereja Portugal, Uskup José Ornelas, meminta maaf kepada para korban atas kegagalan gereja mengatasi skala masalah.
“Ini adalah luka terbuka yang menyakitkan dan membuat kami malu. Kami meminta maaf kepada semua korban, kepada mereka yang berani tampil dengan kesaksian yang telah tersembunyi begitu lama, dan kepada mereka yang masih hidup dengan menanggung rasa sakit yang terkunci di dalam dirinya tanpa berbagi dengan siapa pun,” ucap dia, dikutip Associated Press (AP) pada Senin (13/2/2023).
“Pelecehan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang brutal, luka yang menyakitkan (bagi korban) dan membuat kami malu,” katanya.
Psikiater yang memimpin panel di Portugal, Pedro Strecht, mengatakan perkiraan jumlah korban selama masa studi setidaknya 4.815. Meskipun panel tidak mengungkapkan nama korban, identitas pelaku atau di mana pelecehan itu terjadi, dapat dipahami bahwa daftar pelaku dan tersangka telah dikirimkan.
Pembiaran
Seorang wanita berusia 43 tahun yang meminta namanya dirahasiakan mengaku dia diperkosa seorang pendeta selama pengakuan dosa ketika dia menjadi biarawati pemula berusia 17 tahun.
“Sangat sulit untuk membicarakan hal-hal ini di Portugal” – sebuah negara di mana 80% orang mengatakan bahwa mereka adalah Katolik – kata wanita yang sekarang menjadi seorang ibu. “Saya merahasiakannya selama bertahun-tahun tetapi menjadi semakin sulit untuk mengatasinya sendirian,” katanya kepada kantor berita Prancis AFP.
Dia akhirnya melaporkan penyerangnya ke otoritas Gereja tetapi mengatakan laporan ini “diabaikan”. Uskup yang bertanggung jawab juga dianggap tidak melakukan apa pun selain menyampaikan keluhannya ke Vatikan, yang masih belum ditanggapi.
Namun tiga tahun kemudian, dia mengaku telah menemukan di komisi independen dan dukungan psikologis yang dia butuhkan.*