Hidayatullah.com—Setidaknya 100 warga ‘Israel’ telah ditangkap karena unggahan media sosial yang mendukung warga Palestina di Gaza dan puluhan orang masih ditahan, menurut kelompok advokasi hukum di negara tersebut, Adalah.
Adalah, yang mewakili warga Arab-’Israel’ dalam kasus hak asasi manusia, mengatakan penangkapan tersebut adalah bagian dari tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kebebasan berekspresi di ‘Israel’.
“Kami melihat hal-hal yang belum pernah kami lihat sebelumnya,” kata Adi Mansour, pengacara di unit hak-hak sipil Adalah, dalam sebuah wawancara. “Ada perubahan persepsi mengenai apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang.”
Polisi menangkap Dalal Abu Amneh, penyanyi terkenal Palestina-’Israel’, karena “penghasutan” setelah tim media sosialnya memasang bendera Palestina dengan tulisan: “Tidak ada pemenang selain Tuhan,” kata pengacaranya kepada The New Arab.
Penyanyi yang memiliki lebih dari 300.000 pengikut di Instagram itu ditangkap pada Senin malam di rumahnya di Nazareth. Pengacara Amneh mengatakan kepada situs Arab 48 polisi penjajah telah menginterogasinya namun mengatakan “belum ada keputusan resmi yang diambil untuk memperpanjang penahanannya”.
Dua unggahan media sosial terakhir di akun Instagram Amneh sebelum dijadikan pribadi mencakup tautan ke badan amal yang bekerja di Gaza dan unggahan yang mengatakan: “Tuhan, berilah aku keringanan dan belas kasihan” dan “Tidak ada pemenang kecuali Allah”. Yang terakhir ini mengacu pada ayat dari Al-Quran.
“Mereka mencoba menghilangkan rasa kemanusiaan saya, membungkam suara saya, dan mempermalukan saya dengan segala cara,” kata Abu Amneh dalam unggahan di Instagram hari Rabu, yang mengaku dirinya ditempatkan di sel isolasi dan melakukan mogok makan.
“Mereka menghina saya dan memborgol tangan dan kaki saya, namun mereka membuat saya lebih bangga dan bermartabat. Suaraku akan tetap menjadi pembawa pesan cinta, membela kebenaran di dunia ini,” ujarnya.
Adi Mansour mengatakan, sebagian lainnya ditangkap karena postingan yang memuat ayat-ayat Al-Quran, doa untuk rakyat Gaza, bahkan hanya mengunggah analisis politik operasi militer ‘Israel’.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke Middle East Eye, Adalah mengaku menerima laporan penangkapan yang tidak sah. Misalnya sering kali dilakukan dengan kekerasan brutal di tengah malam, dan tanpa pembenaran hukum yang tepat.
“Pada sebagian besar kasus, hanya berdasarkan postingan media sosial, beberapa hanya untuk mengekspresikan solidaritas terhadap rakyat Palestina di Gaza, atau bahkan untuk berbagi ayat-ayat Al-Quran.
“Penangkapan ini, serta langkah-langkah yang diambil oleh universitas-universitas dan perguruan tinggi ‘Israel’ untuk menangguhkan, mengeluarkan, atau memulai proses disipliner terhadap mahasiswa Palestina karena postingan di media sosial, dan oleh tempat kerja untuk membenarkan penangguhan atau pemutusan hubungan kerja, semuanya merupakan bagian dari tindakan keras terhadap kebebasan berekspresi.”
Ia mengatakan hakim telah menolak permohonan tahanan rumah atau bentuk pembebasan lainnya dengan syarat, seperti larangan penggunaan internet.
“Dalam semua kasus, ponsel mereka disita – tidak ada kemungkinan mereka akan menyabotase penyelidikan karena tidak ada saksi,” kata Mansour. “Satu-satunya pertanyaan adalah masalah hukum – apakah ini hasutan atau tidak – dan meskipun demikian, hakim memberikan lampu hijau untuk memperpanjang penangkapan.”
Adalah juga telah menangani kasus 70 mahasiswa yang menghadapi skorsing atau tindakan disipliner dari sekolah mereka karena postingan media sosial sejak serangan Hamas pada 7 Oktober di ‘Israel’ selatan dan tanggapan ‘Israel’.
Mansour mengatakan dalam satu kasus, seorang siswa menghadapi hukuman disiplin karena memposting tentang perayaan keluarga. “Seseorang sedang merayakan pertunangan saudara perempuannya, tetapi karena dia mengunggah foto itu pada hari yang sama – 7 Oktober – dia menghadapi proses disipliner dengan alasan bahwa dia sedang merayakan kematian warga Yahudi ‘Israel’,” katanya.
Juru bicara kepolisian ‘Israel’ tidak segera membalas permintaan komentar pada hari Rabu.
Polisi ‘Israel’ memposting video ke akun TikTok berbahasa Arab pada hari Selasa di mana komisaris polisi mengatakan bahwa dia tidak akan mengizinkan demonstrasi untuk mendukung warga Palestina.
“Siapa pun yang ingin menunjukkan solidaritas dan mendukung Gaza dipersilakan untuk menaiki bus yang menuju ke sana sekarang,” kata Yaakov Shabtai, komisaris, sesuai dengan keterangan video.
Sebanyak 2 juta warga Arab di wilayah pendudukan ‘Israel’, tidak mendukung serangan zionis ke Gaza. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Agam Institute di ‘Israel’ menemukan bahwa 80% warga Arab-Israel menentang serangan terhadap pejuang Al-Qassam, yang menewaskan lebih dari 1.400 warga Israel, sementara hanya 5% yang mendukungnya, lapor publikasi Ynet.
Warga Arab-Israel mengatakan serangan tersebut, dan perang Israel dengan Hamas yang sedang berlangsung di Gaza, telah menempatkan komunitas mereka dalam posisi yang berbahaya. Para perang antara Israel dan pejuang Palestina di Gaza sebelumnya, menyebabkan gesekan, konflik dan penangkapan di komunitas Arab-Israel dan apa yang disebut “kota campuran.”
Pada tahun 2021, kota-kota Arab-Yahudi di ‘Israel’ menyaksikan bentrokan antaretnis yang sengit sebelum dan selama perang tahun itu dengan pejuang Palestina. Pada tahun 2014, terakhir kali pasukan darat penjajah menginvasi Gaza, 1.500 warga Arab-Israel ikut ditangkap karena memprotes operasi militer tersebut.*