Hidayatullah.com—BesaranBiaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 disepakati sebesar Rp 93,4 juta per jamaah. Besaran ini berdasarkan kesepakatan Panitia kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 beranggotakan Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII DPR RI.
Ini berarti Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) 2024 sebesar Rp56 juta atau 60% dari BPIH 2024 sebesar Rp93,4 juta. “Besaran rata-rata BPIH sebagaimana tadi sudah disampaikan untuk jamaah reguler sebesar Rp 93.410.286,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja penetapan BPIH 2024 dengan Komisi VIII DPR RI di Gedung DPR RI, Senin (27/11/2023).
BPIH 2024 terdiri dari 2 sumber pembiayaan, yakni yang berasal dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) dan Nilai Manfaat. BIPIH yang ditanggung secara langsung oleh jamaah memiliki porsi 60% atau setara Rp 56 juta.
BIPIH akan dipakai untuk membiayai penerbangan, akomodasi di Makkah, sebagian akomodasi di Madinah, biaya hidup dan biaya visa jamaah.
Sementara, Nilai Manfaat yang diambil dari dana kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebanyak 40% atau Rp 37,3 juta. Nilai Manfaat dipakai untuk komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi dan Indonesia.
Secara lebih rinci, BPIH 2024 dibagi atas sejumlah komponen yang yang berhubungan dengan penyelenggaraan ibadah haji. Berikut ini merupakan rincian yang didapatkan oleh setiap jamaah pada pelaksanaan haji 2024.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Watim) MUI di Jakarta Zainut Tauhid Sa’adi menyebut besaran BPIH 1445 H/2024 M sebesar Rp93,4 juta sudah cukup proporsional, artinya BIPIH atau biaya yang ditanggung oleh jemaah dengan subsidi dari nilai manfaat berimbang.
“Dari jumlah tersebut, besaran Bipih sebesar Rp56.046.172 atau 60 persen dan nilai manfaat sebesar Rp37.364.114 atau 40 persen,” kata Wakil Menteri Agama (Menag) ini dilansir Antara, Selasa (28/11/2023).
Zainut menjelaskan skema BPIH harus memperhatikan dua aspek, yaitu keadilan dan keberlanjutan. Komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat harus dihitung secara proporsional dan berkeadilan.
Komposisi tersebut dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah calon haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis.
“Kita semua mesti tahu bahwa nilai manfaat itu bukan hanya milik jemaah yang tahun ini berangkat, tapi hak seluruh jemaah yang telah membayar setoran awal dan mereka masih menunggu antrean berangkat hingga 40 tahun,” katanya.*