Hidayatullah.com–Pakar tafsir Al-Quran, Dr. Saiful Bahri, tidak sepakat dengan istilah “puber kedua” yang selama ini disematkan pada kaum pria. Menurutnya, puber yang dialami laki-laki itu bukan hanya dua kali melainkan berkali-kali.
“Pubernya laki-laki itu bukan hanya dua kali tapi berkali-kali, entah itu dari sisi kenyamanan, dari fisik. Istilah puber kedua itu saya tidak sepakat karena pubernya laki-laki itu terjadi berkali-kali sebagaimana dalam surat Ali Imran ayat 14,“ demikian papar alumni Universitas Al-Azhar, Kairo ini saat mengisi Kajian Harmonisasi Keluarga (KHANSA) bertema “Mengelola Cemburu: Tanda Cinta Atau Prahara?” di Ar-Rahman Qur’anic Learning Center (AQL), yang diadakan Aliansi Cinta Keluarga (AILA), belum lama ini.
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengakui, perasaan mengagumi orang lain sering muncul pada setiap orang, namun perasaan ini tidak untuk dilanjutkan.
“Harus diakui perasan untuk mengagumi orang lain sering muncul pada setiap orang. Tak terkecuali pasangan yang telah menikah. Perasaan ini adalah wajar. Perasaan ini cukup untuk diketahui, tidak untuk dilanjutkan, karena bila dilanjutkan tidak menutup kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Saiful juga mengungkapkan sangat tidak fair jika kita membandingkan orang lain dengan pasangan kita, karena kita tidak pernah mengikuti proses perkembangan orang tersebut dari waktu ke waktu.
“Sangat tidak fair membandingkan orang lain dengan pasangan kita, orang yang sudah ‘jadi’, matang, sempurna yang kita lihat di masa sekarang. Kenapa tidak fair? Karena kita tidak pernah tahu, tidak pernah mengikuti proses perkembangan orang tersebut dari waktu ke waktu. Seandainya kita mengetahuinya mungkin kekaguman-kekaguman tersebut akan hilang, karena kita melihat semua kekurangan-kekurangan orang tersebut,” ungkapnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Membandingkan pasangan kita dengan orang lain, ungkap ayah tiga anak ini lagi, secara eksplisit telah melukai perasaannya.*/ Khoir. A. Chudori (Jakarta)