Hidayatullah.com– Sebagai umat Islam, patutlah menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebagai teladan dalam segenap kehidupan. Terlebih, dalam hal kepemimpinan.
Demikian tegas Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat Hidayatullah, ustadz DR. Nashirul Haq, Lc, MA, ketika mengisi materi di Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Hidayatullah Jawa Timur beberapa waktu lalu.
“Sosok visioner, menjadi salah satu ciri kepemimpinan Nabi,” urainya.
Seorang pemimpin, lanjutnya, haruslah memiliki visi besar. Dan itulah yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Hal itu bisa dilihat pada peristiwa Perang Khandak. Di mana saat itu, kaum Muslimin tengah berjibaku menyiapkan diri dengan menggali parit untuk menghadapi kaum Quraisy dan sekutu.
Namun, di waktu yang sama, beliau (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) menyuntikkan semangat, dengan mengatakan kepada para Sahabat, bahwa Yaman, Persia, dan Romawi, yang notabene menjadi simbol kejayaan peradaban saat itu, akan jatuh di tangan kaum Muslimin.
“Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi Sahabat, untuk terus berjuang mewujudkan apa yang telah disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,” tegas alumnus Madinah ini.
Lebih lanjut sosok murah senyum ini mengingatkan para peserta Rakerwil, bahwa pemimpin yang yang tidak memiliki visi, itu ibarat seseorang berjalan di tengah kegelapan.
Adapun visi yang tidak dilanjuti dengan tindakan atau aksi nyata, itu tak ubahnya orang yang tengah bermimpi di siang bolong.
Karakter lainnya, pemimpin haruslah memiliki keteguhan hati. Tidak rapuh. Apalagi sampai mudah terpengaruh.
Ustadz Nashirul menyontohkan, bagaimana tegarnya hati Nabi, ketika menghadapi imingan-imingan kaum Quraisy untuk meninggalkan dakwah, dengan mempengaruhi paman beliau, Abu Thalib.
“Dengan tegas Nabi menolak. Meski rayuan itu datang dari paman yang sangat dihormatinya. Bahkan beliau lebih memilih untuk mati daripada menyerahkan diri. Pilihannya hanya dua; hidup mulia, atau mati sebagai syahid,” gugahnya.
Sikap inilah (keteguhan hati), imbuh mantan Ketua STIS, Balikpapan ini, yang akan memberikan energi kekuatan bagi para pengikut, untuk menapaki jejak atasannya.
“Jadi modal keteguhan hati inilah yang akhirnya menjadikan risalah Islam terus menyebar, hingga akhirnya sampai pada kita, pada hari ini” katanya.
Selain itu, pemimpin juga dituntut untuk mampu bersikap adil, memiliki skill komunikasi yang baik, konsekuen dan konsisten dengan keputusan yang diambil.
“Aib besar bagi para pemimpin yang suka menyelisihi kesepakatan yang telah dibuat. Ia akan kehilangan wibawa.”
“Karakter yang tak kalah pentingnya,” imbuhnya pemimpin itu harus bermusyawarah dalam mengambil kebijakan. Islam tidak mengenal kepemimpinan diktator. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun tidak pernah menyontohkan demikian. Padahal beliau merupakan pribadi yang ma’sum,” gugah ustadz Nashirul.
Untuk itu, imbaunya, seorang pemimpin haruslah menyingkirkan kepentingan pribadi dan rasa gengsi. Karena dua hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya pemimpin diktator.
Selain ustadz Nashirul Haq. Dari jajaran pengurus pusat Hidayatullah, hadir juga Syamsuddin, bidang keorganisasian, yang berfungsi sebagai pendamping.
Rakerwil yang diselenggarakan di kampus Hidayatullah Madiun ini, diikuti oleh pengurus DPW dan DPD Hidayatullah seluruh Jawa Timur (29/01/2020).* Kiriman Khairul Hibri