Hidayatullah.com—Pendiri sekaligus Kepala Pusat Sekolah Pemikiran Islam (SPI), Akmal Sjafril dalam sesi perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung yang bertajuk “Musim Semi Peradaban Islam” menyebut bahwa peradaban islam berjaya karena perkembangan keilmuan yang dimiliki umat muslim saat itu.
Melalui media Zoom Meetings pada Kamis (29/10) lalu, Akmal mengungkapkan bahwa masa kejayaan Islam yang mana berangkat dari jazirah Arab, terjadi saat Eropa mengalami zaman kegelapan atau the dark age. Dimana pada waktu itu Barat mengalami penurunan kualitas hidup yang luar biasa. Menurut Akmal, walaupun pada masa itu wilayah Arab merupakan tanah yang tandus dan tidak ada sumber daya alam yang baik di sana, namun ternyata Islam tetap berhasil masuk ke Andalusia. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 92 Hijriyah. Kemudian, lanjut Akmal, pada tahun 95 Hijriyah Andalusia mulai dikuasai Islam. “Dalam waktu kurang dari 1 abad Islam mampu menguasai sampai ke tiga benua, dan itu sudah luar biasa”, tegas Akmal.
Akmal yang merupakan pendiri komunitas Indonesia Tanpa JIL tersebut mengatakan bahwa dengan kondisi tanah Arab yang tidak memiliki sumber daya alam yang mumpuni, Islam mampu menempuh kejayaannya. Ia kemudian menyimpulkan bahwa peradaban Islam berkembang bukan karena sumber daya alam, melainkan karena ilmu. Kesimpulan inilah yang menurut Akmal perlu digarisbawahi, “Sehingga kita tahu, kalau mau maju lagi memang harus dengan ilmu. Buktinya dengan ilmu kita sampai bisa mengalahkan peradaban Persia dan Romawi yang sumber daya alamnya jauh lebih banyak.” tutur Akmal.
Pria yang juga penulis buku Islam Liberal 101 itu mengungkapkan, seorang muslim memang sudah semestinya mencintai ilmu. Jika mempelajari ilmu syariat dapat menghindarkan kita dari cara penghambaan yang salah, maka mempelajari ilmu-ilmu sains akan membuat penghambaan terasa lezat. Misalnya, dengan sains kita menjadi tahu manfaat dari sholat, shaum, dan ibadah lainnya, sehingga begitu tahu hikmahnya maka akan semakin tenang dalam beribadah, karena yakin Allah tidak akan membuat kita rugi. Karenanya menurut Akmal, mempelajari ilmu tidak bisa dipisahkan antara ilmu agama atau ilmu sains saja. “Pengetahuan soal hakikat kehidupan itu penting supaya umat tidak galau, tapi di lapangan, tetap kerja-kerja rasional (berpikir ilmiah) tetap harus berjalan,” ucap Akmal.
Ayah dari dua anak tersebut kemudian memaparkan, sekarang Islam tengah mengalami kemunduran tentu karena umat muslim meninggalkan tradisi keilmuannya. Padahal islam dan sains memiliki hubungan yang sangat baik. Dalam Islam mempelajari sains bukan hanya diperbolehkan, tetapi bahkan diperintahkan dan ada derajat yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan mengamati alam semesta (mempelajari sains). “Peradaban kita belum naik kalau kita tidak bersikap sebagaimana mestinya, yaitu berpikir ilmiah,” tutup Akmal.
Menyimak pemaparan Akmal, Sri Sulastri salah seorang peserta SPI turut memberikan komentarnya.“Saya semakin ter- trigger untuk belajar lebih banyak lagi tentang apapun itu terutama bidang keilmuan yang saya suka. Rasanya hal itu bisa berpengaruh juga untuk berkontribusi dalam membangun peradaban Islam,” tutur salah seorang peserta perkuliahan itu. */Maya Septiani