Hidayatullah.com- Komisi VIII DPR RI mengkritik Menteri Agama (Menag) yang dinilai secara sepihak mengumumkan pembatalan pemberangkatan jamaah Haji 1441H/2020M.
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menyesalkan, segala keputusan yang berhubungan dengan haji dan umrah yang seharusnya dibahas bersama dengan DPR, karena haji ini menyangkut ratusan ribu calon jamaah beserta konsekuensi dana haji yang telah dibayarkan.
“Ada kekeliruan Pak Menteri, harusnya itu segala sesuatu tentang haji itu diputuskan bersama DPR, apakah biaya penyelenggaraan haji, anggaran setoran dari calon jamaah, kemudian pemberangkatan dan pemulangan,” sebut Yandri pada wartawan di Jakarta (02/06/2020).
Itu disepakati semua bersama DPR, sebut Yandri, termasuk hal yang sangat penting seperti ini, harus bersama-sama DPR untuk memutuskan batal atau tidak.
“Indonesia pun hingga saat ini belum mendapatkan laporan dari Kerajaan Arab Saudi soal diperbolehkan atau tidaknya pemberangkatan calon jamaah ke sana,” sebutnya.
Bagaimana kalau Arab Saudi tiba-tiba minggu depan membolehkan berangkat jamaah haji Indonesia, tanya Yandri. “Pemerintah tidak bertanggung jawab dong,” tanyanya.
Lebih jauh, Yandri menyebut sebetulnya kalau Komisi VIII DPR dan Menag juga sudah menjadwalkan rapat kerja (raker) pada 04 Juni 2020 pukul 10.00 atas izin pimpinan DPR. Mengingat sekarang DPR lagi masa reses sehingga butuh izin pimpinan DPR. “Tapi kan Menteri Agama umumkan hari ini (Selasa kemarin, red) , mungkin Menag enggak tahu undang-undang,” sebutnya.
Menurut Yandri, dalam Undang-Undang Nomor 08/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah diatur secara jelas tentang tata pelaksanaan ibadah haji dan umrah bahwa semua tidak bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah, melainkan harus melalui persetujuan DPR juga.
Baca: Kemenag: Tak Memberangkatkan Jamaah Haji Keputusan Terbaik
Politikus PAN itu menyebut bahwa Menag mengirimkan surat permintaan raker pada Jumat (29/05/2020). Dia menginginkan rapat bisa dilakukan hari itu.
Tetapi, sebutnya, karena rapatnya tidak bisa dilakukan secara virtual sebab membahas hal yang sangat penting dan direncanakan akan ada konferensi pers bersama, maka rapatnya baru dijadwalkan Kamis depan oleh pimpinan DPR.
“Apalagi pembatalan, pembatalan ini kan sangat strategis, sangat penting, menyangkut umat yang akan berangkat ibadah haji sebesar 210 ribu orang,” sebutnya. “Tapi kalau Pak Menteri begini, saya enggak tahu Pak Menteri ngerti enggak tata aturan bernegara,” sebutnya.
Menurutnya, seharusnya dalam rapat kerja diputuskan kedua belah pihak, dibahas apa persoalannya, bagaimana solusinya, bagaimana mengatasi persoalannya, dan sebagainya terkait haji.
Sehingga, pemerintah dan DPR menghadapi publik bersama-sama. “Kalau sekarang kan kelihatannya pemerintah buang badan, emang enggak siap. Ya Kemenag baca undang-undang lah. Jangan grasak grusuk,” sebutnya seakan menuding.
Komnas Haji Mengapresiasi
Sementara itu, pandangan berbeda disampaikan Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj.
Menurut Mustolih, Menag telah mengambil kebijakan tegas dengan membatalkan keberangkatan jamaah haji Indonesia tahun ini.
Menurut Mustolih dalam bagian pertimbangannya, putusan Menag tersebut mendasarkan pada aspek kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah menjadi faktor utama mengingat pandemi Covid-19 yang melanda dunia belum juga kunjung reda sampai hari ini. Termasuk di Indonesia maupun di negara tujuan Arab Saudi, masih berjuang keras melawan pandemi virus mematikan tersebut. Terlebih Indonesia adalah negara yang mendapatkan porsi kouta terbesar jamaah sebanyak 221 ribu orang yang tentu saja sangat berkepentingan untuk dilindungi keselamatan dan keamanannya oleh pemerintah.
“Komnas Haji dan Umrah mengapresiais setinggi-tinggi sikap tegas Menteri Agama karena yang begitu memprioritaskan keselamatan jamaah daripada kepentingan-kepentingan lainnya, utamanya dari aspek ekonomi,” sebutnya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa kemarin.
Terlebih, katanya, terbitnya keputusan ini juga tidak lagi menunggu pengumuman resmi dari pemerintah Arab Saudi yang sampai dengan hari ini belum juga menyampaikan sikap resminya terkait jadi tidaknya prosesi penyelenggaraan ibadah haji.
“Menteri Agama sebagai pembantu presiden berani melawan arus dan mengambil keputusan yang sangat tidak popular, karena persoalan haji adalah persoalan yang sangat sensitif karena penyelenggaraan ibadah haji bagi umat Islam adalah jalan untuk aktualisasi menyempurnakan rukun Islam kelima sehingga bisa memicu polemik dan kontroversi. Akan tetapi tampaknya dengan komunikasi yang apik selama ini dan intens kepada berbagai pihak, keputusan ini tampaknya bisa dipahami,” sebutnya.
Baca: Haji 1441H Batal, Politisi DPR Minta Uang Jamaah Dikembalikan
Mustolih mengatakan, bagi Indonesia, penyelenggaraan ibadah haji Indonesia adalah kegiatan mega kolosal yang melibatkan ratusan ribu orang dan biaya super jumbo kurang lebih Rp 14 triliun/ per musim yang tentu di dalamnya ada banyak kepentingan, termasuk kepentingan ekonomi.
“Maka wajar bila nanti ada pihak-pihak yang tidak sepemikiran dengan kebijakan Menag ini. Demikian pula bagi calon jamaah haji yang tahun ini seharusnya berangkat, dengan adanya kebijakan pembatalan ini maka langkah untuk menuju tanah suci otomatis tertunda harus menunggu tahun depan,” ujarnya.
Yang jelas, sambungnya, kebijakan Kemenag ini memiliki konsekuensi waiting list (daftar tunggu) jamaah akan semakin panjang dan menambah waktu.
“Namun demikian, keberanian pemerintah melalui Menteri Agama patut mendapat apresiasi setinggi-tingginya karena menempatkan keselamatan jamaah di atas segala-galanya,” sebutnya.
Meski begitu, Komnas Haji dan Umrah menilai, masyarakat atau publik secara bersama-sama tetap harus mencermati dan mengawal Kemenag atas konsekuensi dari kebijakannya ini.
“Utamanya menyangkut pengelolaan dan transparansi pengembalian biaya kepada jamaah yang batal berangkat, demikian pula dengan berbagai dokumen penting jamaah seperti paspor agar dikembalikan sebagaimana mestinya. Jangan sampai ada calon jamaah yang dirugikan,” pungkas pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini.* Azim Arrasyid/SKR