Hidayatullah.com–Prihatin terhadap semakin banyak gadis Muslim yang pergi ke dokter melakukan tes keperawanan, para pekerja sosial dan dokter mencoba membantu mereka.
Kristina Abu Khader Aamand, seorang pekerja sosial, mengatakan bahwa sepertiga dari sekitar 50 gadis yang menghubunginya dalam satu bulan, bertanya tentang masalah pemeriksanaan keperawanan.
“Para gadis itu sangat ketakutan dengan pemeriksanaan itu, karena banyak di antara mereka yang tidak lagi perawan,” katanya.
Pemeriksaan itu sendiri merupakan tuntutan dari keluarga, yang berusaha mencarikan pasangan untuk putri-putri mereka. Sementara banyak orangtua tidak mengizinkn putra mereka menikahi seorang gadis yang tidak lagi perawan. Para gadis yang tidak lagi perawan pun takut diasingkan oleh keluarganya.
Tes keperawanan itu sendiri melibatkan seorang ginekolog, yang akan memeriksa apakah selaput dara seorang gadis masih utuh. Ginekolog kemudian melaporkan hasil pemeriksaannya kepada dokter umum si gadis. Selanjutnya dokter tersebut mengeluarkan surat keterangan hasil tes yang telah dilakukan.
Asosiasi Kedokteran Denmark telah mendesak para anggotanya agar tidak melakukan tes keperawanan semacam itu.
Dr. Sabbir Ahmed, seorang dokter umum yang berpraktik di Frederiksberg, mengatakan bahwa tindakan orangtua yang menyuruh anak gadisnya menjalani tes keperawanan adalah salah. Namun demikian, ia tetap mengeluarkan surat keterangan yang diperlukan, untuk menolong pasiennya.
“Jika selembar kertas itu bisa menolong seorang gadis, maka saya akan mengeluarkannya. Terserah saya menentukan apa yang terbaik untuk pasien saya,” katanya.
“Anak-anak gadis berada dalam tekanan yang hebat dari keluarga mereka,” kata Ahmed. “Saya dapat merasakannya, dan hal itu juga membuat saya tertekan sebagai seorang dokter.”
Mungkin esensinya bukan pada selembar kertas bukti keperawanan. Meskipun selaput dara seorang gadis masih utuh, bisa jadi ia pernah disentuh oleh banyak laki-laki. Atau mungkin gadis itu pernah menjadi korban perkosaan.
Selaput dara itu sendiri bisa tidak lagi utuh karena berbagai sebab, mungkin kecelakaan, jatuh atau terbentur, dan bahkan bisa pecah karena menstruasi.
Apakah masih pantas disebut perawan, jika seorang gadis melakukan hubungan seksual di luar nikah, lalu selaput daranya rusak. Setelah itu ia melakukan operasi untuk memperbaiki kembali selaput daranya. Tentu jawabannya, tidak. [di/cp/hidayatullah.com]