Hidayatullah.com–Sekitar 100.000 Yahudi ultra-ortodoks menggelar protes massal di Yerusalem, Kamis (17/6), menentang integrasi sekolah dengan sesama Yahudi.
Ratusan polisi bersiaga penuh, ketika para pemrotes beraksi menentang sebuah keputusan Mahkamah Agung Israel yang memenjarakan orangtua Yahudi asal Eropa atau Ashkenazi, yang menolak untuk menyekolahkan putri-putri mereka bersama Yahudi keturunan Timur Tengah atau Shepardi.
Menurut laporan media, ribuan orang yang berkumpul di dekat pintu barat kota Yerusalem terlihat seperti mengadakan perayaan, kelompok pria dalam jumlah besar mengenakan pakaian tradisional hitam khas Yahudi ultra-ortodoks.
Para orangtua pria yang datang bergabung dengan kerumuman itu juga mengenakan pakaian yang biasa dikenakan untuk perayaan, dilengkapi dengan topi khasnya. Mereka pun berbaur dan mulai menari-nari.
Di antara para pemrotes ada yang membawa tulisan “Ajaran Taurat!”, merujuk supremasi kitab suci di atas sistem hukum sekular.
Lainnya membawa plakat bertuliskan “Para tahanan Immanuel adalah perwakilan Israel.” Plakat itu dibawa para orangtua yang datang dari pemukiman ilegal Israel di Immanuel, sebelah utara wilayah Tepi Barat.
Para tokoh, baik dari kalangan Yahudi ultra-ortodoks maupun orangtua, berpidato dihadapan kerumunan dari atas panggung yang dibuat dari 2 buah truk yang melintang di tengah jalan.
Seharusnya para orangtua yang mewakili lebih dari 40 keluarga mulai masuk penjara hari Kamis siang kemarin. Tapi menurut jurubicara polisi Mickey Rosenfeld, agar demostrasi besar itu bisa berjalan damai, waktunya diundur hingga pukul 5 sore.
Kasus pemenjaraan orangtua murid itu berawal ketika MA turun tangan dalam perselisihan di sebuah sekolah ortodoks yang terletak di pemukiman ilegal Israel, Immanuel, di wilayah Tepi Barat. Orangtua dari sekte Slonim Hassidik (Ashkenazi) menolak untuk menyekolahkan anak perempuan mereka bersama keturunan Shepardi.
Mahkamah memberikan waktu kepada para orangtua untuk menyekolahkan kembali anaknya hingga Rabu lalu, jika tidak mau maka mereka akan dipenjara karena melecehkan pengadilan. Orangtua Ashkenazi memilih untuk menolak.
Begitu hebatnya perselisihan itu, hingga surat kabar Israel, Haaretz, menggambarkannya sebagai “pertikaian negara-agama paling dramatis yang pernah terjadi di sini.”
Guna menurunkan ketegangan, Presiden Shimon Peres pada hari Rabu bertemu dengan Menteri Pendidikan Meir Porush, seorang anggota partai Ashkenazi ultra-ortodoks Persatuan Yudaisme Taurat, guna menyampaikan permintaan maaf kepada para orangtua.
Orangtua yang berasal dari sekte Slonim itu berdalih, penolakan mereka tidak bersifat rasis, hanya mendasarkan pada tradisi agama yang berbeda antara Shepardi dengan Ashkenazi.
Menurut Yakov Litzman, seorang anggota Partai Persatuan Yudaisme Taurat, kepada radio militer, “Ada sejumlah perbedaan peraturan (di dalam komunitas ultra ortodoks). Kami tidak menginginkan televisi ada di dalam rumah, ada aturan mengenai pakaian sopan, kami menentang internet,” ujarnya.
“Saya tidak mau putri saya dididik bersama seorang anak putri yang memiliki televisi di rumah,” tambahnya.
Di Israel ada sekitar 1.300 Slonim, kebanyakan tinggal di Yerusalem dan Bnei Brak. Sebagian lainnya tinggal di Immanuel dan Kiryat Gat, baratdaya Yerusalem.
Sekte Slonim didirikan pada tahun 1858 di sebuah kota yang bernama Slonim, di wilayah yang sekarang dikenal dengan Belarus.
Di Israel Slonim terbagi dua, yang masing-masing mengikuti rabi berbeda. Slanim atau “hitam” mengikuti rabi berjenggot hitam, dan Slonim atau “putih” mengikuti rabi berjenggot putih.[di/meo/hidayatullah.com]