Hidayatullah.com–Presiden Yaman dikabarkan hari Rabu menerima lima poin rencana pengunduran dirinya yang akan dilakukan akhir tahun ini.
Sebelumnya Ali Abdullah Saleh menolak rencana serupa, saat diusulkan kepadanya awal bulan ini. Namun, pada hari Selasa dua pemimpin suku, Sadeq Al-Ahmar dan Ahmad Abu Huriah, menjadi mediator antara Salehi dan koalisi pimpinan kelompok militan, yang terdiri dari kelompok Islam, sosialis dan pengikut ideologi Nasserisme.
Kedua pemimpin suku itu juga menjadi mediator dalam pertikaian antara dua komandan militer, Mayor Jenderal Ali Mohsen dan Ahmad Ali — putra Presiden Abdullah Saleh, guna menghindari konflik berdarah.
Menurut pernyataan dari kantor kepresidenan, Saleh menerima lima usulan demi perdamaian di Yaman.
Usulan kelompok oposisi yang disetujuinya antara lain bahwa pemerintahan nasional akan dibentuk berdasarkan formula kompromi, demikian pula pembentukan komite yang akan merumuskan konstitusi baru. Pemilu akan diselenggarakan berdasarkan sistem perwakilan proporsional. Sebuah komite baru akan dibentuk untuk menggelar pemilihan umum. Referendum perubahan konstitusi harus dilakukan, yang kemudian diikuti dengan pemilu parlemen dan pemilu presiden. Semua langkah itu harus dilaksanakan sebelum tahun ini berakhir.
Sementara itu, rakyat yang turun ke jalan sepertinya tidak terlalu peduli dengan berbagai inisiatif dan rencana yang diupayakan para petinggi negeri.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Hari Rabu (23/3) orang-orang merayakan “akhir revolusi” mereka di gerbang Universitas Sana’a yang mereka sebut sebagai “Lapangan Perubahan”, tempat mereka melakukan demonstrasi lebih dari satu bulan lamanya.
Sebagian warga tidak lagi ingin meneruskan unjuk rasa, karena menganggap pemerintahan Saleh sudah tumbang. Sementara yang lainnya masih terus berupaya menduduki istana kepresidenan. Mereka ingin menduduki istana pada hari Jumat (25/3).*