Hidayatullah.com–Presiden Afghanistan, Hamid Karzai acara loya jirga minggu ini di Kabul. Acara pertemuan lebih dari 2.000 politisi, pemimpin kesukuan dan komunitas Afghanistan itu akan dimulai Rabu ini.
Karzai menghimpun pemimpin politisi dari seluruh Afghanistan untuk membincangkan hubungan jangka panjang dengan Amerika Serikat (AS) dan usaha mencapai keamanan di tengah ancaman kekerasan.
Bulan lalu, para pejabat Afghanistan mengatakan keamanan seluruh atau sebagian dari 17 dari total 34 propinsi di Afghanistan akan diserahkan kepada pihak Afghanistan dalam fase kedua transisi itu.
NATO berencana memindahkan tanggung jawab keamanan secara penuh ke pasukan Afghanistan sebelum akhir tahun 2014. Proses itu dimulai bulan Juli, dan polisi dan tentara Afghanistan sudah mulai mengambil kendali beberapa kota dan propinsi.
Tetapi beberapa gubernur menyatakan kekhawatiran mengenai kesiapan pasukan Afghanistan untuk menjaga keamanan, terutama dengan berlanjutnya aksi kekerasan
Diplomat di Kabul berpendapat, Karzai mungkin menggunakan perundingan untuk mendapatkan mandat penuh ketika meneruskan perjanjian dengan Amerika mengenai hubungan strategis kedua negara selepas 2014.
Beberapa pihak menganggap, loya jirga kali ini tidak akan membantu keadaan sejak Afghanistan diinvasi tentara asing di bawah pimpinan Amerika.
Perundingan dengan Washington dan kurangnya ketelusan mengenai agenda ini menyebabkan Karzai dituduh mencoba memanipulasi loya jirga untuk kepentingan sendiri bukannya untuk mengakhiri invasi Amerika.
“Adalah lebih baik jika ia ditangguhkan, tetapi saya merasa jirga ini menjadi kepentingan Karzai karena beliau tidak ada agenda politik khusus. Ia tidak menangani isu besar,” kata analis asal Kabul, Haroon Mir.
Pesaing politik Karzai, Abdullah Abdullah, tidak ikut hadir, termasuk bekas sekutu Karzai, Abdul Rashid Dostum.
Sementara itu pejuang Taliban yang berjuang menentang Karzai dan tentera asing diketuai Amerika, mengancam mengganggu perjalanan loya jirga itu.
Pada 2010, mereka melancarkan roket ke acara terakhir perhimpunan itu, memaksa peletakan jabatan dua menteri yang bertanggungjawab mengawal keamanan.
Beberapa pemimpin yang berencana menghadiri acara itu juga mengatakan mereka diancam untuk tak hadir.*