Hidayatullah.com—Suriah ternyata mengabaikan kecaman dari negara-negara Arab lainnya, dengan berlanjutnya represi pemimpin negara itu terhadap para pemrotes. Dilaporkan setidaknya 13 orang kembali tewas oleh pasukan keamanan, pada saat lembaga-lembaga internasional mencari jalan keluar dari krisis.
Koordinator komisi dari para oposisi lokal mengatakan, tiga korban tewas terbaru berasal dari Homs, dalam bentrokan berat terakhir. Dalam video menunjukkan tentara menggali parit dan menyebarkan tank di lingkungan perumahan.
Pemerintah Damaskus tidak menanggapi peringatan yang dikeluarkan Rabu (16/11/2011) oleh Liga Arab untuk menghentikan pertumpahan darah dalam waktu tiga hari atau menghadapi sanksi ekonomi. Media pemerintah justru menyuarakan nada menantang, dengan maksud membela “kedaulatan nasional” Suriah.
Burhan Ghalioun, pimpinan oposisi Dewan Nasional dalam pengasingan, mengatakan, rezim bertanggung jawab atas pembunuhan sektarian, tetapi ia juga mendesak pendukungnya untuk menghentikan serangan, seraya memperingatkan bahwa mereka menawarkan “keputusan besar untuk rezim”.
Presiden Bashar al-Assad juga terus menghadapi tekanan dari para pemimpin lain. Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, dilaporkan The Guardian pada Kamis (17/11/2011), mendesak dunia “mendengar jeritan” rakyat Suriah. Catherine Ashton, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, mengulangi seruan agar Assad mundur.
Menteri luar negeri Prancis, Alain Juppe, terus menjalin pembicaraan di Turki, di tengah spekulasi penciptaan zona penyangga di perbatasan Turki-Suriah. Di Istanbul, seorang pemimpin Ikhwanul Muslim yang dilarang di Suriah, Riyadh al-Shafqa, mengatakan kepada wartawan bahwa intervensi militer Turki untuk melindungi warga sipil Suriah dari rezim dapat diterima.
Namun para pejabat Turki membantah laporan bahwa oposisi Suriah telah meminta Ankara untuk merencanakan zona larangan terbang di dalam wilayah Suriah, yang secara bertahap akan diperluas mencakup kota utara Aleppo.
Namun membicarakan zona larangan terbang saat ini sangat sensitif akibat intervensi NATO dalam pemberontakan di Libya. Kebijakan itu tidak bisa dilaksanakan tanpa resolusi Dewan Keamanan PBB, yang hampir pasti akan diveto oleh Rusia dan Cina.
Sementara itu Rusia, yang memberikan dukungan kepada Assad, melalui Menteri Luar Negerinya, Sergei Lavrov, menggambarkan peristiwa terakhir di Suriah sebagai dekat dengan “perang sipil”, sehingga pihak luar tidak harus melakukan intervensi.*
Keterangan foto: PM Turki, Recep Tayyip Erdogan, mendesak dunia “mendengar jeritan” rakyat Suriah.