Hidayatullah.com—Serangan yang membunuh duta besar Amerika Serikat untuk Libya dan beberapa orang lain belum lama ini menjadi pukulan keras bagi aktivitas intelijen AS, karena agen-agen CIA dan kontraktornya harus dievakuasi dari Libya, lapor The New York Times Ahad malam (23/9/2012), sebagaimana dilansir AFP.
Di antara target operasi CIA di Libya adalah kelompok-kelompok Islam, yang dituding sebagai pelaku pengeboman 9 September 2012 di Benghazi yang menewaskan Chris Stevens, duta besar AS untuk Libya yang ketika itu sedang menghadiri peringatan 9/11.
Lebih dari dua puluh warga AS cepat-cepat keluar dari Libya setelah bom meledak dan menewaskan Chris Stevans serta tiga orang lainnya, di mana salah satunya mantan anggota NAVY SEAL yang dibayar Washington untuk menghancurkan senjata peninggalan rezim Qadhafi. Orang-orang Amerika yang kembli ke negaranya itu termasuk belasan agen lapangan CIA dan kontraktor (tentara bayaran) yang memonitor kelompok-kelompok bersenjata di kota itu, lapor The New York Times.
“Itu merupakan kerugian intelejen yang parah,” kata seorang pejabat yang bertugas di Libya. “Mata [intelijen] kami dicongkel keluar.”
Koran AS itu juga mengutip pejabat lain yang mengatakan bahwa AS masih terus mengumpulkan informasi intelijen dengan cara lain, seperti menggunakan informan, penyadapan percakapan telepon seluler dan foto dari satelit.
“Amerika Serikat tidak nyaris buta di Benghazi dan Libya timur,” kata orang itu.
NY Times juga mengatakan bahwa berbeda dengan perkiraan sebelumnya, kantor konsulat AS yang juga mendapat serangan tidak dimaksudkan untuk menjadi “rumah aman” bagi CIA.
Gedung Putih menuding Al Qaidah sebagai pelaku serangan atas misi diplomatiknya di Libya tersebut.*