Hidayatullah.com—Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius masih saja dilakukan oleh Myanmar meskipun ada reformasi demokrasi dan kemajuan dalam menangani konfik etnis, demikian menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Utusan PBB mengunjungi kamp pengungsi di wilayah utara negara bagian Kachin, di mana tahun lalu terjadi peningkatan serangan oleh pasukan Myanmar (Burma) lewat udara atas para pemberontak.
“Saya prihatin dengan praktek penahanan tanpa sebab yang jelas dan penyiksaan selama interogasi oleh militer atas para pria Kachin yang dituduh menjadi anggota pasukan kemerdekaan Kachin,” kata Tomas Ojea Quintana, utusan PBB yang baru menuntaskan misi lima harinya, saat jumpa pers di bandara Yangon, lapor Euronews Ahad (17/2/2013).
Utusan PBB itu mengatakan, kekerasan antara warga Muslm dan Buddhis di negara bagian Rakhine (Arakan) mengancam seluruh proses reformasi, kata Quintana.
Menurutnya, saat ini ada 120.000 orang yang tinggal di kamp-kamp pengungsian, seraya menggambarkan kondisi salah satunya lebih mirip penjara daripada kamp pengungsian.Meskipun kondisi sudah mulai membaik sejak kunjungannya terakhir pada Agustus lalu, perawatan kesehatan masih belum cukup, jelas Quintana.
Muslim dan Buddhis tetap bersitegang, tidak saling mempercayai, marah dan benci, katanya lagi.
Utusan PBB itu menyeru pemerintah Myanmar agar mengubah hukum dan mengakhiri diskriminasi terhadap orang-orang Rohingya.*