Hidayatullah.com—Pihak-pihak berwenang di Myanmar menyangkal adanya kematian warga sipil tetapi mengakui adanya bentrokan setelah sebuah kelompok pembela HAM melaporkan bahwa beberapa orang termasuk wanita dan anak telah dibunuh dalam serangan atas Muslim Rohingya di wilayah barat Myanmar.
Pihak berwenang hari Jumat (17/1/2014) membenarkan adanya bentrokan, di mana seorang anggota polisi diduga terbunuh, tetapi tidak diinformasikan tentang pembunuhan atas beberapa wanita dan sedikitnya satu anak, sebagaimana dilaporkan oleh organisasi pemerhati HAM Arakan Project yang berbasis di Thailand, lansir Aljazeera.
Informasi rinci tentang bentrokan hari Jumat tidak jelas, tetapi aktivis Rohingya mengatakan sedikitnya dua wanita dan seorang anak ditusuk hingga tewas dalam serangan atas sebuah desa Muslim dekat perbatasan Bangladesh awal pekan ini, yang diduga memakan puluhan korban.
Amerika Serikat dan Inggris meminta pemerintah untuk menyelidiki dan menangkap pelakunya.
“Kami tidak mempunyai informasi tentang pembunuhan itu,” kata Wakil Menteri Informasi Myanmar Ye Htut kepada para reporter di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri Asia Tenggara di kota kuno Myanmar, Bagan.
Pernyataan Htut itu disampaikan ulang oleh pejabat-pejabat Myanmar lainnya.
Chris Lewa direktur Arakan Project, kelompok HAM yang telah mendokumentasikan kekerasan atas Rohingya selama lebih dari 10 tahun, mengatakan informasi rincai mengenai bentrokan di desa Du Char Yar Tan masih terus berkembang di mana banyak di antarara yang masih saling bertentangan.
Jumlah korban tewas tidak diketahui pasti dengan kisaran antara 10 hingga 60, kata Liwa, dengan sumber beragam mulai dari pejabat desa hingga saksi mata peristiwa tersebut.
Salah seorang saksi mengatakan, 3 mayat temannya yang terdiri dari 2 perempuan dan seorang anak laki-laki 14 tahun ditemukan tercabik-cabik di rumah mereka.
Sejumlah korban lainnya terkena tembakan peluru, kata Arakan Project.
Organisasi kemanusiaan Medecins Sans Frontieres atau Doctors Without Broders atau Dokter Tanap Batas yang mendirikan sebuah klinik di daerah itu mengatakan khawatir penduduk yang bersembunyi tidak mendapatkan perawatan medis yang mereka perlukan.
“MSF mengkonfirmasi bahwa hari Rabu (14/1/2014) pihaknya melihat dua orang terluka akibat kekerasan yang terjadi, salah satunya terluka karena tembakan dan seorang lainnya menunjukkan luka akibat pukulan bertubi-tubi,” kata pimpinan MSF Myanmar Peter-Paul de Groote.
Akibat kekerasan atas warga Muslim Myanmar atau Rohingya oleh warga mayoritas Budhis Burma ratusan ribu Muslim terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka dan ribuan lainnya terbunuh seiring dengan konflik sektarian yang berkepanjangan.
Warga Muslim sudah banyak yang tinggal di Arakan (sekarang diubah namanya menjadi Rakhine seperti nama salah satu suku penganut Budha) sejak wilayah pesisir barat itu masih menjadi kerajaan mandiri dan berdaulat, jauh sebelum suku Burma mencaplok wilayah itu dan sebelum penjajah Inggris datang.
Pemerintah Myanmar yang dikuasai suku mayoritas Burma dan penganut Budha tidak mengakui Rohingya sebagai warga negaranya dan menganggap mereka sebagai imigran ilegal.*