Hidayatullah.com—Perdana Menteri Iraq Nouri Al-Maliki mengatakan tidak akan tunduk dengan tekanan internasional yang mendesaknya membentuk sebuah pemerintahan persatuan nasional guna meredam pemberontakan Muslim (Sunni) di utara, dan menyebut ide pembentukan pemerintahan itu sebagai “kudeta”terhadap konstitusi.
Dilansir Aljazeera, pernyataan itu dikemukakan Maliki pada hari Rabu (25/6/2014) atau sehari setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry meninggalkan Iraq, setelah mendesak pemerintah Baghdad membuat kesepakatan dengan para pemimpin Kursi, Muslim dan Syiah.
Dalam pidato mingguan yang disiarkan televisi itu Maliki mengatakan, “Seruan untuk membentuk sebuah pemerintahan darurat nasioanl merupakan kudeta terhadap konstitusi dan proses politik.”
Saat berkunjung ke Doha dalam kunjungannya ke negara-negara Teluk Arab, Menteri Pertahanan Inggris Philip Hammond berkata kepada Aljazeera, “Apa yang kita perlukan adalah melihat para pemmpin dari seluruh komunitas berbicara demi masa depan Iraq bersatu.”
Hammond juga mengatakan bahwa apa yang ingin dilihat oleh komunitas Muslim dan Kurdi Iraq adalah perubahan sikap rezim Baghdad agar menjadi pemerintah yang menaungi seluruh Iraq.
Sebagaimana diketahui pemerintahan Iraq saat ini dikuasai oleh para politisi Syiah, yang naik ke permukaan dengan dukungan Amerika Serikat menyusul digulingkannya pemerintahan dan dibunuhnya Saddam Hussein.
Pemimpin Kurdi bahkan beberapa tahun lalu pernah sengaja berkunjung ke Washington untuk mengadukan Nouri Al-Maliki –seorang politisi Syiah– kepada Presiden AS Barack Obama, karena dinilai menjalankan kebijakan otoriter dan sektarian sejak berkuasa.*