Hidayatullah.com–Wartawan dan analis politik Arab Sharif Nashashibi yang juga pemenang beberapa penghargaan jurnalistik mengkritik sikap ‘hiprokrit’ Iran yang bereaksi menanggapi hukuman mati tokoh Syiah Al Nimr (Ali MuhaMmad Al-Nimr) oleh pemerintahan Arab Saudi.
Mengutip, editor berita di koran The Independent Evan Barlett, Sharif Nashashibi menganggap cukup mengejutkan sebuah rezim yang telah memenjarakan jurnalis, mensensor kartunis dan menahan banyak aktivis tanpa dakwaan selama bertahun-tahun pada akhir harus dalam posisi untuk bicara moral terhadap yang lain,” demikian tulisnya dalam sebuah kolom berjudul “Eksekusi Nimr: Antara Hukuman dan Kemunafikan” yang dikutip laman middleeasteye.net, minggu ini.
Menurut Sharif Nashashibi, cukup menggelikan – bagi Negara algojo terbesar kedua di dunia setelah China mengritisi eksekusi di Saudi, Negara ketiga yang banyak melaksanakan hukuman setelah Iran dan China.
Menurutnya, sikap Iran ibarat membawa otoritas moral yang sama seperti AS yang memberi kuliah negara lain tentang pengaturan senjata, atau Jepang yang mengajak negara lain mencegah berburu paus.
“Jumlah orang yang dieksekusi Arab Saudi bahkan tidak mendekati jumlah orang yang dieksekusi Iran. Sebelumnya Saudi mengeksekusi 158 orang di tahun 2015, rekor tertinggi dalam setahun sejak 1995,” ujarnya.
Eksekusi dengan Derek
Seperti diketahui, sejak Januari dan 1 September tahun lalu, Amnesty Internasional mencatat 830 telah dieksekusi di Iran. Yang menarik, eksekusi dilakukan dengan cara menggantung korban dengan crane (Derek), yang menurutnya, menyebabkan kematian secara pelan-pelan. Jumlah itu setara dengan hampir tiga eksekusi per hari, atau 984 selama sepanjang tahun (enam kali lipat dari rekor tertinggi Arab Saudi selama 20 tahun).
Laporan Amnesty Internasional yang berbasis di London pada bulan Juli, sepanjang 2015 Iran telah mengeksekusi lebih dari 1.000 orang.
“Korban eksekusi Iran yang mengejutkan… menggambarkan sebuah gambaran menyeramkan dari alat negara yang telah direncanakan sebelumnya, secara hukum melakukan hukuman mati dalam skala massal,” demikian kata Sharif Nashashibi mengutip data Amnesty Internasional bulan Juli tahun lalu.
“Hukuman mati di Iran secara khusus mengganggu karena mereka selalu menjatuhkan hukuman yang dilakukan oleh pengadilan benar-benar kurang independen dan ketidakberpihakan. Mereka dijatuhi dakwaan atas perkataan yang samar atau tindak pidana yang luas, atau tindakan yang seharusnya tidak dikriminalisasikan, apalagi dijatuhi hukuman mati. Sistem peradilan di Iran telah rusak secara mendalam. Tahanan seringkali dilarang mendapat pelayanan dari pengacara di dalam proses investigasi, dan tidak ada prosedur yang memadai untuk banding, keringanan hukum, dan pengampunan,” tulis kontributor Al Arabiya News, Al Jazeera English dan The National ini.*/Nashirul Haq AR