Hidayatullah.com–Setidaknya 44 orang termasuk 20 anak-anak meninggal setelah kapal mereka tenggelam dalam perjalanan dari Turki ke Yunani hari Jumat (22/01/16), dan puluhan orang lainnya dilaporkan hilang, kata pejabat penjaga pantai di Yunani dan Turki.
Penjaga pantai Yunani mengatakan telah menyelamatkan 74 orang setelah dua kapal mengalami kesulitan sejak dari kepulauan Aegean Yunani Farmakonisi dan Kalolimnos pada dini hari.
Mayat 17 anak, 17 wanita dan 10 laki-laki telah ditemukan. Operasi pencarian sedang berlangsung untuk mencari puluhan orang yang masih hilang dari perahu yang terbalik di Kalolimnos.
Secara terpisah, penjaga pantai Turki mengatakan telah menemukan tiga jasad anak-anak pada hari Jumat setelah kapal ke tiga tenggelam di dekat Didim, lapor kantor berita Dogan. Penjaga pantai sedang mencari yang lain.
Dikutip www.middleeasteye.net dari BBC, Jumat (22/01/2016), sejumlah helikopter dari lembaga perbatasan, Frontex, juga dilibatkan dalam pencarian.
Orang-orang yang melarikan diri dari perang dan penderitaan yang terjadi di Timur Tengah dan di tempat lain – kebanyakan mereka pengungsi Suriah – masih berdatangan dalam jumlah ribuan ke Yunani dari Turki dengan kapal berbahan kayu tipis.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperkirakan bahwa sekitar 31.000 orang telah sampai di Yunani lewat laut sepanjang tahun ini.
IOM melaporkan sebanyak 77 orang meninggal saat mencoba menyeberangi Mediterania antara 1 Januari dan 17 Januari.
Pada hari Kamis sedikitnya 12 orang, termasuk anak-anak, tenggelam di lepas pantai Turki saat perahu mereka mencoba menuju Yunani. Penjaga pantai Turki menyelamatkan 28 orang lainnya.
Seorang bocah lima tahun dan dua wanita meninggal karena hipotermia di pulau Yunani Lesbos pada hari Rabu (20/01/2016) setelah menyeberang dari Turki dalam cuaca yang menggigit, kata para pejabat Palang Merah.
Lebih dari 18 kapal, yang masing-masing membawa hingga 45 migran, terdampar di pantai pulau itu pada hari Rabu.
Turki, yang merupakan rumah bagi sekitar 2,2 juta pengungsi dari perang sipil Suriah, telah menjadi penghubung bagi para migran yang ingin mencapai Eropa, banyak dari mereka membayar penyelundup ribuan dolar untuk penyeberangan berisiko.
Ankara mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa pada bulan November untuk membendung aliran pengungsi menuju ke Eropa, dengan imbalan bantuan keuangan.
Brussels berjanji untuk memberikan 3,3 miliar dolar serta konsesi politik ke Ankara dengan imbalan atas kerja sama Ankara dalam menanggulangi krisis migran terburuk di Eropa sejak Perang Dunia ke- II.
Kanselir Jerman Angela Merkel – yang negaranya mengambil 1,1 juta para pencari suaka pada tahun 2015 – dijadwalkan akan bertemu dengan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu pada hari Jumat, dengan krisis migran sebagai agenda utamanya.
Hasil dari pembicaraan ini tidak hanya penting bagi Merkel, yang menghadapi tekanan kuat di rumah untuk memaksakan anggaran pengeluaran bagi pengungsi di Jerman, tetapi juga akan menggema ke seluruh Eropa di mana opini publik yang semakin menguat terhadap catatan masuknya para pencari suaka.
Kematian yang baru saja terjadi saat Perdana Menteri Perancis, Manuel Valls, memperingatkan pada hari Jum’at bahwa Eropa beresiko menjadi “benar-benar tidak stabil” sebagai akibat dari gelombang arus migran ini.
Valls mengatakan kepada BBC bahwa “jika Eropa tidak mampu melidungi perbatasannya sendiri, justru ide Eropa itulah yang dipertanyakan”.*