Hidayatullah.com—Banyak pengungsi Suriah yang mempertaruhkan nyawanya dan keluarga untuk mencapai Eropa. Namun, ternyata kehidupan mereka justru menjadi lebih tidak jelas. Sebagian akhirnya memutuskan untuk kembali.
Atia Al-Jassem, 27, tukang cukur asal Damaskus, telah memutuskan untuk pulang kembali bersama dengan istri dan putrinya yang berusia satu tahun. Mereka telah hidup terkatung-katung di perbatasan Yunani-Makedonia selama berbulan-bulan.
“Kami tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu di Eropa. Kami pikir mereka akan bersikap manusiawi, memperhatikan kami dan anak-anak kami, melindungi anak-anak kami. Kami pikir mereka akan menolong, tetapi yang kami dapati justru sebaliknya. Eropa sama sekali tidak punya perasaan terhadap kami,” kata Atia seperti dikutip Euronews Kamis (9/6/2016).
Sama dengan kebanyakan pengungsi asal Suriah lainnya, perjalanan Atia menuju Jerman terhambat setelah pintu-pintu perbatasan negara-negara Eropa ditutup. Setelah hidup terlunta-lunta selama berbulan-bulan banyak dari mereka yang tidak tahan lagi. Sebagian pengungsi Suriah sekarang dikabarkan membayar penyelundup manusia untuk membawa mereka pulang ke negaranya.
Setiap malam di kota perbatasan Didimoticho, polisi melaporkan melihat sekitar 20-40 pengungsi pergi menuju Turki.
Bahkan mereka yang sudah berhasil mencapai Jerman sekarang mempertimbangkan untuk kembali pulang ke negara asal.
Dania Rasheed, wanita pengungsi asal Suriah, mengaku mendapat perlakuan yang merendahkan dan melecehkan. Menurut wanita itu, kehidupan keluarganya di Jerman justru “tidak stabil, mengalami tekanan batin, dan semuanya terlarang” dan “itu sama sekali berbeda dengan yang biasa kami jalani di Suriah.”
Tahun lalu lebih dari 420.000 pengungsi Suriah tiba di Jerman. Akibatnya negara terkuat perekonomiannya di Eropa itu pun kewalahan, butuh waktu berbulan-bulan untuk memproses permohonan suaka dari ribuan pengungsi yang masuk.*