Hidayatullah.com— Masyarakat Pakistan tengah berduka akhir pekan ini setelah muncul berita wafatnya Abdul Sattar Edhi, seorang dermawan besar.
Abdul Sattar Edhi yang telah dianggap sebagai “malaikat penolong” bagi orang miskin dan anak yatim mengembuskan nafas terakhir pada Jumat (08/07/2016) malam dan segera dimakamkan secara kenegaraan di Karachi pada Sabtu (09/07/2016), dihadiri oleh ribuan orang.
Dikutip Reuters, pria 88 tahun ini meninggal akibat sakit ginjal yang telah lama dideritanya. Bagi jutaan Pakistan, kematian Edhi membawa duka yang mendalam.
Berusia 88 tahun, Abdul Sattar meninggal dunia akibat komplikasi buah pinggang yang berlarutan sejak tahun 2013.
Pada pemakamannya, massa menerobos garis batas militer untuk ikut mengusung peti jenazah Edhi yang dibalut dengan bendera hijau dan putih Pakistan di Stadion Nasional Karachi.
Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif menyatakan kehilangannya atas meninggalnya Edhi. Sharif berdoa agar Edhi mendapatkan tempat “terbaik di surga”.
“Edhi adalah permata sejati dan aset Pakistan. Kami kehilangan pelayan kemanusiaan yang luar biasa. Dia adalah manifestasi dari cinta kepada orang-orang yang rentan, miskin, tertindas dan sulit mendapat pertolongan,” kata Sharif.
Ucapan belasungkawa juga datang dari berbagai pihak, salah satunya dari pemerintah India yang mengatakan bahwa Edhi “adalah jiwa sejati yang mendedikasikan dirinya untuk melayani sesama.”
Sementara peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai mengatakan bahwa dia menominasikan Edhi untuk penghargaan yang sama yang diperolehnya.
Bagi masyarakat miskin Pakistan, Edhi adalah anugerah Tuhan untuk meringankan beban mereka. Itulah sebabnya, peziarah berdatangan membanjiri upacara pemakaman Edhi.
“Edhi bekerja bagi masyarakat tertindas seumur hidupnya. Menghadiri pemakamannya adalah hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menghormatinya,” kata Siraj Ahmed, 34, seorang penjaga took dikutip CNN Indonesia.
Berhidmat pada Orang Miskin
Lahir di Gujarat, India, Edhi dan keluarganya yang Muslim pindah ke Pakistan tahun 1947 di tengah konflik yang memisahkan kedua negara tersebut.
Mantan pedagang kain di Karachi ini kemudian membangun jaringan lembaga bantuan melalui donasi, fokus pada rehabilitasi pecandu narkotika, wanita yang tertindas, yatim dan orang cacat.
Tahun 1965 Edhi menikahi Bilquis, seorang perawat di sebuah lembaga bantuan miliknya. Bilquis kemudian membangun rumah bersalin gratis dan membantu proses adopsi anak-anak yatim atau terbengkalai di seluruh Pakistan.
Abdul Sattar Edhi, yang mendirikan salah satu organisasi kesejahteraan terbesar Pakistan dan dipuja sebagai living saint oleh banyak orang di negara Asia Selatan.
Selama lebih dari 60 tahun, Edhi bersama istrinya Bilquis mendedikasikan hidupnya untuk membantu sesama dengan membangun klinik, panti asuhan dan jaringan ambulans terbesar di Pakistan. Yayasan Edhi juga memiliki pusat perlindungan bagi wanita dan dapur umum bagi orang miskin di seluruh Pakistan.
Yayasan Edhi juga memberikan pendidikan umum dan agama Islam bagi warga miskin, konsultasi keluarga berencana dan kehamilan, bantuan hukum, medis, dan keuangan gratis bagi tahanan dan orang cacat.
Kendati aliran uang yang masuk ke yayasannya luar biasa besar, namun Edhi yang memiliki dua putra dan dua putri hidup sederhana di apartemen dua kamar dekat tempat kerjanya.
Penghargaan dari dalam dan luar negeri telah diraihnya, termasuk Gandhi Peace Award, Madanjeet Singh Prize dari UNESCO tahun 2007, London Peace Award tahun 2011, Seoul Peace Award tahun 2008, dan Hamdan Award for Volunteers in Humanitarian Medical Service.
Dipanggil dengan nama Maulana Edhi, sebutan bagi cendekiawan Muslim, yayasan Edhi juga memberdayakan perempuan. Dari 2.000 pekerja yayasannya, sekitar 500 di antaranya adalah wanita. *