Hidayatullah.com—Pemerintah Afghanistan hari Ahad (7/5/2017) mengkonfirmasi kematian sejumlah komandan senior dari kelompok ISIS alias ISIL alias Daesh, termasuk pemimpinnya di Afghanistan Abdul Hasib.
Pernyataan dari pemerintah Afghanistan itu diikuti konfirmasi terpisah dari Angkatan Udara Amerika Serikat di Afghanistan, yang mengatakan Hasib dan sejumlah komandan tinggi ISIS tewas dalam operasi militer 27 April di Provinsi Nangarhar, bersama 35 militan lainnya.
Kematian Hasib dan rekan-rekannya akan “secara signifikan menurunkan operasi ISIS-K (nama yang diberikan untuk kelompok Daesh yang aktif di Provinsi Khurasan) di Afghanistan dan membantu mencapai tujuan kami untuk menghancurkan mereka di tahun 2017 ini,” kata militer Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Deutsche Welle.
Komandan pasukan AS di Afghanistan, Jenderal John Nicholson, mengatakan “keberhasilan operasi gabungan adalah langkah penting lain dalam upaya kami yang tiada kenal lelah” untuk mengenyahkan kelompok islamis itu. Menurut perkiraan Pentagon, sekitar 1.000 orang anggota ISIS masih aktif di Afghanistan.
Afghanistan dan AS melakukan operasi gabungan khusus di Nangarhar, di mana 2 prajurit AS tewas pada 26 April, hanya sehari sebelum serangan militer yang menewaskan Hasib dilancarkan.
Hasib diyakini sebagai orang yang memerintahkan serangan atas sebuah rumah sakit militer di Kabul pada bulan Maret lalu, yang menewaskan 49 orang dan melukai 76 orang lainnya.
Nicholson mengatakan Hasib adalah pemimpin kedua ISIS yang terbunuh dalam kurun 9 bulan terakhir, bersama puluhan komandan dan ratusan prajuritnya. Nicholson juga menuduh Hasib memerintahkan pemenggalan kepala seorang pemimpin suku setempat dan penculikan sejumlah wanita untuk dijadikan pasangan bagi militan anggota ISIS.
“Saya memuji kemampuan dan keberanian luar biasa yang ditunjukkan oleh mitra-mitra Afghanistan kami,” kata Nicholson. “Pertempuran ini memperkuat tekad kami untuk membersihkan Afghanistan dari para teroris ini dan mengembalikan kedamaian serta stabilitas di negara besar ini.”
Amerika Serikat beberapa bulan terakhir membantu pasukan Afghanistan dengan melancarkan serangan-serangan udara di posisi-posisi ISIS di Provinsi Nangarhar.
Tempat di mana Hasib terbunuh terletak tidak jauh dari komplek terowongan yang ditarget oleh Amerika Serikat bulan lalu dengan menggunakan bom non-nuklir terbesar yang dimilikinya yang pernah dipergunakan dalam pertempuran, “Ibu dari semua Bom” (MOAB).
Pekan depan, Pentagon akan meminta Gedung Putih untuk mengerahkan pasukan tambahan berkekuatan 3.000 sampai 5.000 personel ke Afghanistan. Jika dipenuhi, maka hal itu menandai perubahan kebijakan AS, yang sejak 2011 berupaya mengurangi jumlah pasukannya di Afghanistan.
Jumlah pasukan AS saat ini yang ditempatkan di Afghanistan sekitar 8.400, yang menurut Washington sebagian besar bukan dalam kapasitas tempur. Jumlah itu jauh di bawah masa enam tahun silam, ketika Amerika menempatkan tidak kurang dari 100.000 serdadunya di Afghanistan.
Jika dulu Amerika Serikat mengerahkan pasukannya menginvasi Afghanistan dengan dalih menghancurkan Taliban, yang dituding terlibat pemboman gedung WTC di New York pada 9 September 2001, maka sekarang bersikukuh bercokol di sana dengan dalih memerangi ISIS.*