Hidayatullah.com–Pemimpin oposisi Iraq dan tokoh Syiah Moqtada al-Sadr hari Senin mendesak pemerintah Arab Saudi dan Iran untuk terlibat dalam “dialog serius” dengan maksud untuk mencegah “perang sektarian” di wilayah tersebut.
“Kami senang dengan perkembangan positif baru-baru ini dalam hubungan Saudi-Irak. Kami berharap ini adalah awal dari penurunan ketegangan sektarian di wilayah Arab dan Muslim,” ucapnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Selasa (16/05/2017).
Tokoh oposisi di Iraq itu kemudian mengatakan, pihak yang paling merugi dari konflik sektarian di Timur Tengah adalah warga dari negara di kawasan, termasuk di dalamnya masyarakat Iran dan Saudi.
“Kami berharap ini adalah awal dari de-eskalasi ketegangan sektarian di wilayah Arab dan Muslim,” tambahnya.
“Tapi beberapa negara di kawasan ini, di mana media telah berfungsi untuk memperparah ketegangan, menentang pendekatan ini,” kata al-Sadr.
Baca: Pangeran Saudi Tolak Dialog, Sindir Iran Berambisi Kuasai Dunia Islam
Dia menambahkan, satu-satunya korban ketegangan sectarian adalah orang-orang Suriah, Yaman, Bahrain, Pakistan, Afghanistan, Burma, Iran, Arab Saudi dan lainnya.
Alih-alih melawan tiga serangkai kejahatan, yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Israel dan ISIS, negara-negara Muslim saling bertengkar dan memfokuskan agresi mereka pada rakyat mereka sendiri.
Karenanya ia mendesak Iran dan Arab Saudi ” menahan diri” dan membiarkan rakyat menentukan nasib mereka sendiri.
Baca: Arab Saudi Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Iran
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Ketegangan meningkat antara negara-negara Teluk dan Iran sejak Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Teheran awal tahun lalu setelah dua misi diplomatik Saudi di Iran diserang oleh para pemrotes Iran pasca eksekusi seorang tokoh Syiah terkemuka di Arab Saudi, Al Nimr.
Arab Saudi dan sekutunya di Teluk selema ini mengatakan Teheran selalu mendukung milisi bersenjata Syiah al-Houthi di Yaman, yang menguasai sebagian besar negara itu pada tahun 2014.
Konflik enam tahun di Suriah – di mana Iran dan negara-negara Teluk mendukung Rezim Bashar al Assad– juga ikut berkontribusi terhadap kemunduran hubungan Arab-Iran.*