Hidayatullah.com–Ada yang menarik pada acara penutupan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab ke-26, yang diselenggarakan selama dua hari di kota Sharm El Sheikh, Mesir hari Ahad (29/03/2105) kemarin.
Sebelum di tutup Ahmad bin Huly selaku Wakil Sekjen Liga Arab membacakan surat presiden Rusia Vladimir Putin kepada forum. Dalam surat tersebut Putin menyatakan bahwa negaranya mendukung sepenuhnya segala usaha untuk meredam berbagai permasalahan yang terjadi di Timur Tengah. Dia juga meminta agar semua persoalan terkait Yaman, Suriah, Libya diselesaikan dengan jalan dialog menurut undang-undang internasional.
Namun sebelum konfrensi ditutup, Menlu Arab Saudi Pangeran Suud yang tak lain adalah Putra King Faishal bin Abdul Aziz meminta waktu pada Presiden As-Sisi selaku pimpinan forum untuk menanggapi surat tersebut.
“Saya punya tanggapan terhadap surat yang dilayangkan presiden Rusia itu. Presiden Rusia berbicara tentang krisis yang terjadi di timur tengah, seolah-olah Rusia tidak punya andil terhadap apa yang kita saksikan saat ini. Sebagai contoh krisis Suriah. Rusia berbicara tentang krisis yang terjadi di Suriah saat ini, padahal mereka adalah aktor terpenting dalam krisis yang melanda Suriah. Mereka menyuplai persenjataan kepada pemerintah Suriah melebihi kebutuhan pemerintah Suriah untuk memerangi rakyatnya. Mereka menyuplai senjata-senjata yang jitu untuk Suriah. Bahkan terdapat bukti adanya senjata yang berasal dari Rusia, dimana senjata-senjata tersebut melanggar peraturan internasional karena termasuk senjata pemusnah masal,” ujar Pangeran Suud bin Faishal sebagaimana dikutip Aljazeera Mubasher.
Ia juga menyampaikan kritik terhadap Rusia yang melanggar undang-undang yang berlaku di negaranya tentang larangan menjual senjata kepada negara-negara yang menggunakannya untuk menyerang dan hanya menjual kepada negara yang membela diri saja.
“Bagimana mungkin kita bisa menerima apa yang ditawarkan kepada kita? Apakah ini bentuk perendahan terhadap pandangan kebijakan yang kita ambil seputar masyarakat suriah?” uja Suud bin Faishol bertanya-tanya.
“Apakah ini bentuk sikap masa modoh terhadap tragedi yang terjadi di Suriah? Bukankah kita patut bertanya-tanya, bagaimana bisa dia mengajak untuk melakukan jalan damai dan disaat yang sama dia tetap melancarkan dukungan materi terhadap pemerintah Suriah yang telah kehilangan otoritasnya secara de facto?.”
Suud juga meminta agar sikap Putin terkait Suriah sejalan dengan apa yang dituangkannya dalam surat tersebut.
Ia menambahkan, “Saya tidak ingin berdiri melawan Rusia, tapi kita ingin melihat Rusia sebagai negara sahabat yang menginginkan kebaikan untuk kita, bukan malah membantu orang lain mengacaukan wilayah kita, wilayah jazirah Arab,” ujarnya.
Seperti diketahui, rezim Bashar al Assad kuat dan tetap memerangi rakyatnya sendiri karena mendapat dukungan dari sekutu utamanya, Rusia, China dan Iran.
Negara-negara inilah yang terlibat terang-terangan, termasuk mensuplai senjata kepada rezim Bashar memerangi rakyanya.
Kebaikan hati tiga Negara itu pernah diakui Perdana Menteri Suriah, Wael al-Halqi.
”Hubungan antara Suriah dan Iran kuat dan tangguh, begitu juga hubungan persahabatan dengan negara-negara lain, termasuk Rusia dan sejumlah negara lain,” kata Halqi dikutip AFP tahun 2013.
Namun menariknya, ketika koalisi gabungan Negara Arab bersatu dan mengangkat senjata, Rusia mengajak Arab melakukan dialog menyelesaikan masalah Suriah.*/Aan Chandra Thalib