Hidayatullah.com– Imran Khan, mantan bintang kriket Pakistan yang beralih menjadi politisi memimpin pengumpulan suara dalam pemilihan umum (Pemilu) hari Kamis (26/07/2018) ini, mengungguli partai saingan utamanya yang menuduh hasil suara banyak diwarnai kecurangan.
Dengan total 30 persen suara sudah dihitung, Komite Pemilihan Umum Pakistan menyebutkan bahwa Partai Khan, Pakistan Tehreek-i-Insaf (PTI) memimpin pengumpulan suara di 113 dari 272 dari pemilihan bagi anggota parlemen nasional.
Imran Khan diprediksi akan menang, meski diperkirakan akan gagal mendapatkan kursi mayoritas penuh dalam lembaga parlemen Dewan Nasional. Hasil resmi akan diumumkan pagi ini.
Hingga berita ini diturunkan, empat stasiun televisi lokal menempatkan PTI pada posisi pertama dan diperkirakan akan memenangi 107-120 dari total 272 kursi yang diperebutkan. PLM-N diperkirakan akan mendapatkan 42 sampai 69 kursi.
Imran Khan melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Pakistan untuk mengadakan rapat umum Pemilu sambil menggalang dukungan bagi Partai Tehreek-e-Insaf (PTI) Pakistan. Lulusan Oxford University, Khan, usia 65 tahun, menarik massa, umumnya pemuda Pakistan yang berpendidikan.
Jajak pendapat terbaru menempatkan partai Khan sedikit unggul atau tepat di belakang saingan utamanya, partai Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N) pimpinan perdana menteri tersingkir, Nawaz Sharif. Tapi partai itu jauh di depan Partai Rakyat Pakistan (PPP), yang pernah menjadi kekuatan tangguh politik nasional.
Sementara itu, pesaing utama partai Khan, Partai Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PLM-N) yang dipimpin mantan perdana menteri Nawaz Sharif, menolak hasil Pemilu dengan tudingan ada kecurangan.
“Terjadi kecurangan. Mandat rakyat sudah disalahgunakan, ini hal yang tidak bisa diterima.” kata Shehbaz dalam jumpa pers di saat penghitungan suara dilakukan.
“Kami total menolak hasil ini. Ini adalah kejutan besar bagi proses demokratis Pakistan,” ujarnya dikutip Reuters.
Partai besar lainnya, PPP dan beberapa partai kecil juga menyampaikan laporan serupa mengenai adanya kecurangan.
Pemilu pada Rabu akan menjadi proses peralihan kekuasaan sipil yang kedua di Pakistan selama 71 tahun negara tersebut berdiri. Pemilu tahun ini juga penuh dengan kontroversi.
Angkatan bersenjata Pakistan dituding membantu Khan memenangi pemungutan suara setelah faksi yang sering melakukan kudeta itu pecah kongsi dengan Nawaz. Nawaz kini harus mendekam dalam penjara karena kasus korupsi.
Sekitar 371 ribu tentara ditugaskan menjaga bilik-bilik pemungutan suara di berbagai wilayah. Jumlah tersebut naik lima kali lipat dibanding Pemilu sebelumnya pada 2013.
Tetapi ratusan ribu tentara tersebut gagal menghentikan aksi bom bunuh diri yang menewaskan 31 orang di dekat tempat pemungutan suara di Quetta, Ibu Kota Provinsi Baluchistan. Kelompok bersenjata ISIS mengaku bertanggung jawab.
Pejabat-pejabat militer membantah mencampuri proses demokrasi, dan menyatakan berusaha mendukung penyelenggara sipil mengadakan Pemilu yang “bebas dan adil” dalam lingkungan yang aman.
Tetapi pemantau independen menyatakan prihatin atas dugaan “rekayasa politik” oleh militer.
I.A Rehman pada komisi HAM Pakistan mengatakan, “Ini Pemilu paling sengit dalam sejarah kita. Ini juga Pemilu paling kotor. Kami sangat ragu Pemilu akan bebas dan adil.”
Meskipun ada tuduhan militer Pakistan membantunya, kampanye anti-korupsi Khan tampaknya disambut luas – terutama oleh kalangan muda Pakistan yang menuntut perubahan.*