Hidayatullah.com—Empat juta orang Venezuela pergi meninggalkan negaranya yang tertimpa beragam krisis dalam kurun empat tahun terakhir, kata organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan pengungsi UNHCR.
Sejak bulan November tahun lalu saja, kata UNHCR, sebanyak 1 juta warga Venezuela meninggalkan negaranya yang diselimuti perebutan kekuasaan antara Presiden Nicolas Maduro dan penentangnya Juan Guaio yang memproklamirkan dirinya sendiri –dengan didukung Amerika Serikat– sebagai pemimpin interim.
“Negara-negara Amerika Latin dan Karibia melakukan bagian mereka merespon krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Namun, mereka tidak dapat diharapkan terus melakukannya tanpa dukungan internasional,” kata Eduardo Stein, perwakilan khusus UNHCR untuk migran dan pengungsi Venezuela yang juga bekas wakil presiden Guatemala, hari Jumat (7/6/2019) seperti dilansir DW.
UNHCR mengatakan angka 4 juta itu terdiri dari 700.000 orang meninggalkan Venezuela sebelum akhir 2015 dan 3 juta sejak awal 2016.
Kolombia menampung 1,3 juta orang Venezuela, Peru 768.000, dan sisanya tersebar di Chile, Ekuador, Brazil, Argentina serta negara-negara di kawasan Karibia, kata Stein.
Dalam pernyataan terpisah hari Jumat, UNICEF mengatakan sekitar 3,2 juta anak di dalam Venezuela –atau satu dari setiap tiga anak– membutuhkan bantuan kemanusian.
Angka kematian di kalangan anak berusia di bawah lima tahun meningkat dua kali lipat dari tahun 2010 sampai 2017, kata jubir UNICEF Christophe Boulierac, dari 14 menjadi 31 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Meskipun sudah ada bantuan medis yang dikirim ke klinik-klinik, tetapi UNICEF mengatakan bantuan itu masih sangat jauh dari cukup. “Jutaan anak perlu diimunisasi, pergi ke sekolah, minum air bersih dan merasa terlindungi.”
Sekitar 50 negara –kebanyakan sekutu Amerika Serikat– mengakui Guaido sebagai pemimpin interim Venezuela. Tetapi dia sampai saat ini belum mampu menggulingkan Maduro, yang masih disokong mayoritas pemimpin militer, Kuba dan Rusia. Pemerintahan Maduro masih bertahan dari gempuran beragam sanksi yang dikenai Amerika Serikat atas Venezzuela dan para pejabatnya.
Upaya mediasi yang dijembatani Norwegia kabarnya menemui jalan buntu, sebab Maduro menolak digelarnya pemilu presiden untuk menyelesaikan krisis. Venezuela baru Desember 2018 kemarin menggelar pilpres yang dimenangkan Maduro.*