Hidayatullah.com– World Zakat Forum (WZF) belum efektif untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara berpenduduk Muslim. Masalah ini telah diatasi saat Konferensi Forum Zakat Dunia di Bandung, Jawa Barat, awal pekan ini.
“Dua puluh empat dari 57 anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) membutuhkan bantuan kemanusiaan karena konflik dan pemindahan,” kata Sikander Khan, direktur pusat bantuan darurat UNICEF, Kamis (07/11/2019).
Sebuah studi oleh Bank Dunia dan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Islam (IRTI) dari Islamic Development Bank (IDB) memperkirakan World Zakat Forum mencapai 550 miliar AS Dolar hingga 600 miliar AS Dolar per tahun. Sementara itu, lembaga zakat resmi hanya mengelola 10 miliar hingga 15 miliar AS Dolar per tahun.
Khan mengatakan bahwa jumlah itu tidak dikelola dengan baik dan disalurkan secara strategis melalui program pemberdayaan.
Muslim di beberapa negara masih hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka terkena dampak konflik dan harus tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Dia mengatakan itu adalah panggilan untuk membangunkan OKI untuk merencanakan tindakan strategis untuk mengoptimalkan potensi besar zakat bagi umat Islam yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Kontribusi zakat untuk pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan populasi Muslim telah menjadi masalah berulang yang terus dibahas selama World Zakat Forum (WZF), sebuah forum yang dihadiri oleh lembaga-lembaga zakat dari 33 negara.
“Belum ada data global yang menunjukkan seberapa besar kontribusi dana zakat untuk membantu populasi Muslim,” tambah Sekretaris Eksekutif WZF Dr Irfan Syauqi Beik.
Baca: Wapres: Potensi Zakat diprediksi Rp230 Triliun, Baru 3,5% Dikelola
Upaya terpadu diperlukan untuk meningkatkan manajemen zakat sehingga dapat berjalan secara optimal. Selain itu, tidak semua populasi Muslim dunia memahami bahwa zakat dapat memainkan peran dalam memberdayakan masyarakat dalam jangka panjang.
Masih ada Muslim yang memilih untuk membayar zakat secara langsung, tanpa melalui program manajemen dan pemberdayaan jangka panjang.
Kedua, tidak semua negara Muslim memiliki lembaga pengelola zakat yang berkualitas. Ketiga, tidak semua negara berpenduduk Muslim memiliki undang-undang tentang zakat.
“Hanya sepertiga negara anggota WZF yang memiliki undang-undang tentang zakat,” kata Irfan.
Tetapi di beberapa negara – seperti Indonesia dan Malaysia – Irfan mengatakan distribusi zakat cukup efektif dalam meningkatkan standar hidup penerima.
“Sebenarnya, ada banyak orang yang tidak memiliki kapasitas untuk menilai apakah penerima berhak diberi zakat,” lanjutnya.
Untuk meningkatkan kontribusi zakat, WZF telah meminta anggota untuk lebih terlibat dalam program pemberdayaan melalui kolaborasi dengan lembaga-lembaga kemanusiaan seperti Dana Anak-anak PBB (UNICEF) dan Program Pembangunan PBB (UNDP).
WZF menandatangani nota kesepahaman dengan dua lembaga terkait dengan penggunaan dana zakat dalam mendukung pengurangan kemiskinan sebagai salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Misalnya, dana zakat telah digunakan untuk membangun pembangkit listrik energi terbarukan untuk 803 rumah tangga di empat desa di Jambi, Indonesia.
Proyek ini telah memberi manfaat bagi hampir 5.000 orang pada tahun 2017 dan mampu merangsang pengembangan ekonomi dan produktivitas masyarakat.
WZF berharap negara-negara anggota SDG dapat mereplikasi program serupa, tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga dalam pendidikan, pencegahan stunting, dan lainnya.
Baca: Perlu Komitmen Negara-negara Muslim Entaskan Kemiskinan Lewat Zakat
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Digitalisasi zakat
WZF percaya bahwa penggunaan teknologi digital adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan manajemen zakat untuk mencapai target yang tepat. Melalui resolusi, WZF meminta semua negara anggota untuk memanfaatkan teknologi terbaru dalam pengelolaan zakat.
Zakat Foundation of India adalah salah satu lembaga yang telah memanfaatkan teknologi untuk pengumpulan dan pemetaan distribusi sedekah.
“Tidak ada yang datang ke kantor kami untuk membayar zakat, semuanya dibayar secara digital,” kata Mahmud.
Dia mengatakan teknologi digital meningkatkan transparansi penerimaan dan distribusi zakat.
“Setiap sore, saya menerima laporan zakat melalui smartphone,” kata Mahmud.
“Transparansi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga mereka ingin mendistribusikan zakat mereka melalui kami,” tambahnya.
Sementara itu, di Indonesia, Baznas telah berkolaborasi dengan beberapa platform keuangan digital untuk pembayaran zakat.
Baznas menargetkan bahwa saluran digital akan berkontribusi 30% dari total koleksi zakat pada tahun 2020 karena tren distribusi zakat digital terus meningkat.
Masalahnya adalah, bagaimanapun, tidak semua populasi Muslim di dunia melek teknologi, sehingga misi digitalisasi zakat belum sepenuhnya bisa diterapkan.*