Hidayatullah.com–Malaysia telah menghapus undang-undang anti-fake news, peraturan hukum yang mempidanakan berita palsu.
Wakil menteri di departemen perdana menteri Mohamed Hanipa Maidin mengatakan pencabutan UU itu sejalan dengan komitmen pemerintah Malaysia saat ini untuk menghapuskan hukum draconian dan memastikan media memiliki kebebasan dalam melakukan “check and balance” terhadap pemerintah.
“Tirani ini sudah jadi sejarah yang kita tidak ingin terulang kembali. Kita tidak dapat memperbudak manusia melalui hukum draconian sebab kebebasan merupakan hal yang paling berharga,” kata Hanipa saat sesi penutupan di Senat hari Kamis (19/12/2019).
Hanipa mengatakan kepada Bernama bahwa undang-undang yang ada saat ini sudah mencukupi dan dapat diamandemen untuk menangani berita-berira palsu.
Ini untuk kedua kalinya Pakatan Harapan berusaha menghapus UU kontroversial itu yang diberlakukan pemerintahan Barisan Nasional menjelang pemilu Mei 2018.
Berdasarkan UU Antiberita Palsu itu pelaku yang divonis bersalah menyebarkan materi-materi yang dianggap oleh pihak berwenang sebagai berita palsu dapat dipenjara hingga 6 tahun dan denda sampai RM500.000.
Pada Agustus 2018 Dewan Rakyat meloloskan RUU untuk menghapusnya, tetapi pada akhir tahun lalu
dijegal di Senat yang dikuasai mayoritas politisi Barisan Nasional.
Pada Oktober tahun ini, RUU tersebut diajukan lagi setelah “masa pendinginan” yang diatur dalam Konstitusi Federal Pasal 68 berakhir. Pada 9 Oktober diloloskan oleh suara 92 wakil rakyat mendukung dan 51 suara menentang.
RUU itu kemudian dimasukkan ke Dewan Negara (Senat) yang hanya dapat menjegalnya sekali.
Tidak seperti pada upaya pertama, kali ini RUU itu akan diajukan kepada raja untuk pengesahan, tidak peduli hasil suara di Senat.*