Hidayatullah.com–Sekolah-sekolah dan rumah-rumah di daerah pedesaan di Korea Selatan kosong. Angka kematian jauh di atas angka kelahiran. Perekonomian, yang pernah menjadi paling dinamis di kawasan itu, kehilangan gairahnya dengan berkurangnya jumlah pekerja, pembayar pajak dan konsumen.
Hal ini, menurut para pakar, bisa jadi wajah masa depan Korea Selatan –sebuah negara dengan tingkat fertilitas terendah dan salah satu yang paling panjang harapan hidupnya– apabila negara gagal bertindak mengatasi bom populasi yang sudah mulai berdetak di tahun 2020-an.
Statistik proyeksi populasi mutakhir Korsel, yang dirilis setahun lebih awal pada Maret 2019 karena akselerasi perubahan, mengungkap resiko-resiko kondisi di atas, lapor Korea Herald Selasa (31/12/2019).
Populasi Korsel, yang saat ini 51,7 juta jiwa diproyeksi akan mencapai puncaknya di angka 51,9 juta jiwa pada 2028, kemudian turun mulai tahun 2029 dan seterusnya. Pada 2067 diperkirakan –dengan asumsi perubahan jumlah populasi seperti sekarang– hanya akan ada 39 juta orang yang menghuni negara Korsel.
Hal yang mengerikan bukan jumlahnya, melainkan komposisi usianya, yang mana pada 2067 diperkirakan setengah penduduk akan berusia 65 tahun, sehingga menjadikan Korsel sebagai “negara tertua” di dunia.
Rasio orang berusia 65 tahun ke atas mencapai 14,9 persen di tahun 2019, dan diperkirakan naik menjadi 25 persen pada 2030, kemudian mendekati 46,5 persen di tahun 2065.
Populasi usia kerja, didefinisikan sebagai orang usia 15-64 tahun, sudah mulai berkurang setelah mencapai puncaknya di angka 37,5 juta pada tahun 2017. Angka orang yang bisa diperkejakan setiap tahunnya diperkirakan menurun 300.000 pada era 2020-an.
Pada 2030, setiap 100 orang usia kerja di Korea akan menanggung 38,2 orang manula, bandingkan dengan angka tanggungan 20,4 orang manula di tahun 2019.
Penurunan jumlah penduduk merupakan risiko terbesar bagi negara keempat terbesar perekonomiannya di Asia ini.
LG Economic Reasearch Institute memperkirakan terjadi penurunan dalam tingkat pertumbuhan potensial dari 3,6 persen pada periode 2010-2104 menjadi 1,9 persen antara 2020 dan 2024.
Di lihat dari kacamata demografi masa depan Korsel memang kelihatan suram. Namun, bukan berarti akan demikian adanya di masa mendatang, sebab masih banyak hal lain yang mempengaruhinya, kata para pakar, seperti produktivitas tenaga kerja, kebijakan keimigrasian, serta pengerahan wanita ke dalam lapangan kerja.
Antara 2018 dan 2028 akan ada 1,4 juta lapangan pekerjaan yang diciptakan di bidang jasa guna memenuhi kebutuhan perawatan manula, untuk bidang kesejahteraan sosial, administrasi publik dan kesehatan, menurut Kementerian Ketenagakerjaan Korsel.*