Hidayatullah.com– Para ilmuwan yang memantau pergerakan wabah belalang terburuk di Kenya dalam 70 tahun terakhir berharap dengan program pelacakan baru mereka akan dapat mencegah gelombang kedua serangga pemakan tanaman pangan lapor The Guardian.
PBB menggambarkan wabah belalang di Tanduk Afrika, dan berkembang biaknya serangga di Kenya, yang disusul Ethiopia dan Somalia, sebagai wabah “yang sangat mengkhawatirkan”.
Organisasi Pangan dan Agrikultur PBB telah memperingatkan bahwa menetasnya gelombang kedua serangga dapat mengancam ketahanan pangan 25 juta orang di seluruh kawasan itu saat memasuki musim panen.
Kenneth Mwangi, seorang ilmuwan informasi satelit, di pusat prediksi iklim dan penerapan Intergovernmental Authority on Development, bermarkas di Nairobi, mengatakan para peneliti sedang menjalankan model komputer super untuk memprediksi daerah perkembangbiakan yang mungkin telah dilewatkan oleh pemantauan darat. Daerah-daerah ini bisa menjadi sumber kawanan baru jika tidak disemprot pestisida.
“Model ini akan dapat memberitahu kita di mana belalang muncul,” kata Mwangi. “Kami juga akan mendapatkan informasi lapangan. Area-area ini dapat menjadi sumber kemunculan, atau generasi baru belalang. Yang semakin sulit dan mahal untuk dikendalikan, itulah sebabnya kami mencari untuk mencegah lebih banyak kerusakan.
“Fokusnya adalah untuk menghentikan belalang menjadi dewasa, karena itu akan menyebabkan siklus infestasi lainnya. Kami ingin menghindarinya. Kami ingin memberi saran pemerintah lebih awal, sebelum kemunculannya terjadi.”
Sejauh ini, komputer super itu, didanai oleh bantuan Inggris senilai 35 juta Euro sebagai bagian dari program Layanan Informasi Cuaca dan Iklim untuk Afrika, telah berhasil memperkirakan pergerakan belalang menggunakan data seperti kecepatan angin dan arahnya, suhu dan kelembapan udara. Model ini telah mencapai akurasi 90% dalam meramalkan lokasi kawanan belalang yang akan datang, kata Mwangi.
Para peneliti sekarang memasukkan data terkait kelembapan tanah dan tutupan vegetasi untuk membantu memprediksi di mana telur-telur telah diletakkan dan kemungkinan akan menetas dan berkembang. Ini nantinya akan menyediakan data tentang di mana pemerintah Afrika dapat mengarahkan upaya penyemprotan mereka, membantu mengendalikan belalang sebelum mereka berkeliaran.
“Sejauh ini, kami sudah bisa mengetahui di mana gerombolan belalang akan berada,” katanya. “Kami dapat memberitahu pemerintah Uganda bahwa belalang diperkirakan akan datang dan mereka memobilisasi tentara, dan itu bekerja dengan baik. Saat ini kami dapat fokus pada area di mana belalang bereproduksi.
“Pemerintah sedang bekerja, menyemprot di daerah-daerah yang belalang dilaporkan telah berada. Jadi saat ini, pemerintah mungkin dapat mengetahui area yang telah mereka lewatkan dan belum dilaporkan.”
Mwangi menambahkan: “Semoga, berdasarkan intervensi ini, skenario terburuk dapat dihindari. Pemerintah Kenya sudah diperingatkan dan langkah pengendalian yang efektif telah dilakukan.”
Jutaan belalang telah merusak tanaman pangan di Somalia, Ethiopida dan Kenya, negara-negara dengan ketahanan pangan yang rapuh. Kawanan belalang juga terlihat di Uganda, Tanzania, dan Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan.
Satu kawanan dapat berjumlah 150 juta belalang per km persegi lahan pertanian.
Belalang atau lebih muda, yang mencari tanaman untuk dimakan, berkembang di kelembapan 50-70 % dan suhu antara 30C dan 40C (86F dan 104F).
Lonjakan belalang terakhir di Afrika, pada 2003–04, melibatkan dua atau tiga generasi serangga di 23 negara Afrika dan membutuhkan waktu dua tahun untuk mengendalikannya, kata Mwangi.
“Pengendalian efektif diperkirakan sekitar 60 juta AS Dolar (£ 47 juta) tetapi, jika kenaikan terjadi, biaya akan melonjak hingga 500 juta AS Dolar.”
Sekarang adalah “periode paling kritis” untuk mengendalikan belalang padang pasir, karena telur yang diletakkan pada bulan lalu bertepatan dengan musim tanam.
Abubakr Salih Babiker, seorang ilmuwan iklim di pusat prediksi dan iklim Nariobi, mengatakan: “Risiko bagi kita adalah bahwa ini adalah awal dari musim tanam baru, dari Somalia dan Uganda, dan jika belalang gurun tidak dikendalikan, itu bisa menjadi krisis besar dalam keamanan pangan di seluruh wilayah. ”
Laura Paterson, petugas koordinasi untuk Organisasi Meteorologi Dunia PBB di New York, mengatakan: “Kami telah menerima hasil model yang menunjukkan di mana belalang diperkirakan akan menyebar. Jenis analisis prediksi ini berarti PBB berada di garis depan untuk mengetahui apa yang akan terjadi, dan sistem PBB di lapangan dapat mengatasinya.”*