Hidayatullah.com—Kementerian Dalam Negeri Inggris secara dramatis melebarkan peluang bagi warga Hong Kong untuk mengajukan diri menjadi warga negara Inggris, dan banyak orang kemungkinan akan mendaftar mengingat China akan memberlakukan undang-undang keamanan super ketat di wilayah bekas koloni Inggris itu.
Keputusan pemerintah Inggris itu membuat China geram, dan kemungkinan akan mendapat kecaman keras dari para pendukung tradisional Partai Konservatif yang menentang imigrasi.
Dilansir The Guardian, hari Kamis (28/5/2020) Menteri Luar Negeri Dominic Raab mengatakan Inggris akan memperpanjang hak visa bagi sekitar 350.000 orang pemegang paspor kebangsaan Inggris di seberang lautan (BNO), apabila Beijing benar-benar akan mengimplementasikan UU keamanan nasional yang ketat terhadap wilayah Hong Kong.
Dia mengatakan hak visa diperpanjang dari periode 6 bulan menjadi 12 bulan sehingga memberi jalan bagi mereka yang ingin mengajukan permohonan menjadi warga negara Inggris.
Akan tetapi, hari Jumat Kementerian Dalam Negeri dalam blog di websitenya menjelaskan bahwa ketentuan itu hanya berlaku bagi pemegang paspor BNO yang tinggal di Hong Kong. Sekitar 2,9 juta orang di Hong Kong memegang paspor BNO, tetapi sebagian besar tidak memperpanjangnya. Paspor BNO itu dikeluarkan untuk warga Hong Kong semasa teritori yang menjadi koloni Inggris itu diserahkan kembali ke China pada 1997.
Menanggapi hal itu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa London sudah pernah menyetujui bahwa pemegang paspor BNO tidak akan menikmati hak residensi dan bahwa tawaran itu melanggar hukum internasional dan memperingatkan kemungkinan tindakan balasan dari Beijing.
China khawatir kebijakan itu akan menggerus sumber daya manusia dari kota internasional yang makmur tersebut dan akan mengusik stabilitas perekonomian Hong Kong, pusat bisnis dunia yang sangat berharga bagi Beijing.
Tidak jelas apakah wakil-wakil rakyat dari Partai Konservatif akan mendukung kebijakan itu, mengingat pemerintah Inggris (yang dikuasai Konservatif) saat ini berjuang mati-matian untuk keluar dari Uni Eropa agar dapat mengambil alih kedaulatannya atas kontrol imigrasi.*