Hidayatullah.com–Sebuah petisi menuntut raksasa teknologi Google untuk menaruh kembali Palestina di petanya, telah ditandatangani oleh lebih dari sejuta orang. Petisi tersebut diluncurkan di laman change.org oleh seseorang bernama Zak Martin. https://www.change.org/p/google-inc-google-put-palestine-on-your-maps
Penjelasan petisi tersebut mempertanyakan kenapa Palestina tidak tertera di peta milik Google sedangkan ‘Israel’, penjajah tanah Palestina, jelas tertera.
“Penghilangan Palestina adalah penghinaan yang menyedihkan bagi rakyat Palestina dan merusak upaya jutaan orang yang terlibat dalam kampanye untuk mengamankan kemerdekaan Palestina dan kebebasan dari penjajahan dan penindasan Israel,” lanjut penjelasan tersebut.
Petisi tersebut juga mengungkap pentingnya permasalahan ini, karena Google Maps sekarang dianggap definitif oleh orang-orang di seluruh dunia, termasuk jurnalis, mahasiswa, dan lainnya yang melakukan penelitian tentang situasi Israel-Palestina.
“Baik disengaja atau tidak, Google membuat dirinya terlibat dalam pembersihan etnis pemerintah Israel atas Palestina,” ditegasakan dalam penjelasan petisi.
Google dan Apple baru-baru ini kembali dituduh menghapus Palestina dari peta mereka secara sengaja. Sebelumnya pada 2016, masalah yang sama pernah mencuat dan petisi serupa dengan saat ini juga diadakan.
Dalam bantahannya, sebagaimana dilaporkan oleh Independent, Google mengatakan bahwa mereka tidak pernah menghapus Palestina dari peta mereka karena sejak awal Palestina tidak terdaftar. Laman khusus Google menjelaskan bahwa batas yang disengketakan ditampilkan sebagai garis abu-abu putus-putus.
Pencetus petisi 2020, Zak Martin, menyanggah klaim Google tersebut dengan membagikan link sebuah berita dari New Europe pada Mei 2013. Berita tersebut berisikan kritik Mentri Luar Negri ‘Israel” saat itu, Zee Evkin, kepada Google karena menaruh label Palestina pada peta mereka.
Elkin, yang merupakan orang kepercayaan Perdana Mentri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu, mengklaim bahwa penamaan Palestina akan “mengkompromikan perundingan perdamaian” dan memberi orang Palestina “ilusi” bahwa tanah yang digariskan itu seharusnya menjadi milik mereka dan akan menjadi bagian dari penyelesaian yang dinegosiasikan di masa depan.
Zak Martin menuduh Google secara konsisten berbohong tentang masalah ini, dan media arus utama telah mengulangi pernyataan salah Google tanpa repot-repot memeriksanya.
‘Israel’ merampook dan menjajah Tepi Barat, Jalur Gaza dan Dataran Tinggi Golan selama perang 1967. ‘Israel’ menegaskan bahwa mereka tidak lagi menduduki Gaza setelah membongkar permukiman pada tahun 2005. Namun, karena mempertahankan kontrol yang signifikan atas wilayah udara dan perbatasan wilayah pesisir, Gaza masih diklasifikasikan sebagai tanah dalam pendudukan oleh PBB.
Kelompok pemantau mengatakan ada lebih dari 130 permukiman ilegal ‘Israel’ di Tepi Barat, meskipun dianggap ilegal menurut hukum internasional.
Meski rencana pencaplokan formal Israel pada Juli, yang didukung AS, belum berlangsung, sejatinya pencaplokan de facto ‘Israel’ atas Palestina terus berlangsung. Sistem apartheid ‘Israel’ telah menyebabkan ribuan orang Palestina terusir dari tanahnya, dan sebagian yang bertahan terus melawan upaya perusakan, penggusuran, dan perampokan atas lahan dan properti mereka oleh pemukim ilegal dan pemerintah ‘Israel’.*