Hidayatullah.com–Kepala partai Front Nasional (FN) sayap kanan Prancis menyerukan pada hari Ahad (25/10/2020) untuk larangan nasional pemakaian hijab di ruang publik, Daily Sabah melaporkan.
Marine Le Pen memberikan komentar tersebut saat menjawab pertanyaan wartawan di program TV “Grand Jury”.
Le Pen menggarisbawahi bahwa telah terjadi peningkatan pesat dalam jumlah wanita yang memakai hijab di Prancis sejak tahun 1989, menambahkan hijab telah mengiringi kebangkitan Islam sebagai agama di negara tersebut.
Dia menyatakan bahwa “perang” sedang dilancarkan terhadap negara dan mereka harus menanggapinya.
“Kami menyatakan perang ini bukan melawan negara,” tambahnya, seraya mengatakan perang itu melawan Islam sebagai “sebuah ideologi”.
Dengan alasan bahwa ideologi semacam itu harus dilihat sebagai musuh Prancis, Le Pen menyerukan pelarangan organisasi yang mendukungnya, penutupan masjid, dan deportasi orang asing.
Mengenai penarikan duta besarnya Prancis di Ankara setelah pernyataan Presiden Recep Tayyip Erdoğan tentang mitranya dari Prancis, dia mengatakan itu adalah reaksi yang penting tetapi bukan reaksi yang kuat.
Pada hari Sabtu (24/10/2020), Erdogan menanggapi pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menuduh Muslim “separatisme” dan menggambarkan Islam sebagai “agama yang mengalami krisis di seluruh dunia”.
Presiden Turki berkata: “Apa masalah Macron dengan Islam? Apa masalahnya dengan Muslim? Dia membutuhkan pemeriksaan kesehatan mental. Apa lagi yang bisa kami katakan kepada seorang presiden yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan dan berperilaku seperti ini kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya yang merupakan anggota dari agama yang berbeda?”
Sentimen anti-Muslim telah menjadi salah satu perhatian utama komunitas Muslim yang hidup di dunia Barat dalam beberapa tahun terakhir, yang disebabkan oleh semakin banyaknya serangan anti-Muslim.
Salah satu alasan utama di balik puncak serangan anti-Muslim ini adalah retorika diskriminatif para politisi dan media yang menyasar umat Islam, bahkan hingga pernyataan semacam itu telah menjadi “kenormalan baru” dan mengancam tidak hanya umat Islam tetapi semua masyarakat Eropa, oleh menyebabkan runtuhnya nilai dan prinsip yang dianut Eropa sebelumnya.
Politisi populis sayap kanan dan gerakan politik telah menyulut dan mengeksploitasi gelombang sentimen anti-Muslim ini.*