Hidayatullah.com–Amerika Serikat telah mulai meminta produk dari permukiman ‘Israel’ – yang dibangun bertentangan dengan hukum internasional di wilayah Palestina yang diduduki – untuk diberi label “Buatan Israel”. Negara pendukung nomor satu ‘Israel’ tersebut mengatakan langkah itu “konsisten dengan pendekatan kebijakan luar negeri Amerika Serikat”.
Badan Pabean dan Perlindungan Perbatasan AS mengumumkan pada hari Rabu (23/12/2020) bahwa perintah yang diprakarsai oleh pemerintahan Trump yang mengharuskan barang-barang yang dibuat di daerah Tepi Barat yang dikuasai ‘Israel’ untuk diberi label “Buatan ‘Israel’” telah mulai berlaku.
Perubahan kebijakan diumumkan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada November setelah kunjungan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke pemukiman ilegal ‘Israel’ di Tepi Barat Palestina. “Dokumen ini memberitahu publik bahwa, untuk tujuan penandaan negara asal, barang impor yang diproduksi di Tepi Barat, khususnya di Area C di bawah Perjanjian Sementara ‘Israel’-Palestina (Persetujuan Oslo), ditandatangani pada 28 September 1995, dan area tersebut dikenal sebagai ‘H2’ di bawah Protokol ‘Israel’-Palestina Mengenai Penempatan Kembali di Hebron dan Dokumen Terkait (Protokol Hebron), ditandatangani 17 Januari 1997, harus ditandai untuk menunjukkan asal mereka sebagai ‘Israel’’, ‘Produk Israel’, atau ‘Dibuat di Israel’,” kata pemberitahuan Bea Cukai AS.
Menurut kebijakan tersebut, barang-barang dari daerah yang dikuasai Palestina di Tepi Barat akan ditandai sebagai dibuat di “Tepi Barat”. Sementara barang-barang yang diproduksi di Gaza harus menunjukkan bahwa barang itu dibuat di “Gaza” – daerah kantong pesisir Palestina.
Sejak Kesepakatan Oslo 1995, pedoman AS telah menetapkan bahwa semua produk yang diproduksi di Tepi Barat yang dijajah, termasuk permukiman haram ‘Israel’, diberi label sebagai “Buatan Tepi Barat”.
Bulan lalu, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa mereka “tidak akan lagi menerima tanda ‘Tepi Barat / Gaza’ atau yang serupa, sebagai pengakuan bahwa Gaza dan Tepi Barat secara politis dan administratif terpisah dan harus diperlakukan sebagaimana mestinya”.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam pengumuman itu pada Kamis (24/12/2020), menyebutnya sebagai “pelanggaran hukum internasional dan resolusi internasional, dan … upaya untuk melegitimasi [permukiman]”. Sebagian besar badan dunia, termasuk Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Pengadilan Internasional, menganggap pembangunan dan keberlangsungan pemukiman ‘Israel’ di tanah Palestina yang diduduki adalah ilegal menurut hukum internasional.
Pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat melarang praktik semacam itu, yang menyatakan: “Kekuatan Pendudukan tidak boleh mendeportasi atau memindahkan sebagian dari penduduk sipilnya sendiri ke dalam wilayah yang didudukinya.”
Di Eropa, produk dari pemukiman ‘Israel’ secara eksplisit diberi label seperti itu, meskipun ada tantangan hukum. ‘Israel’ sangat keberatan dengan kebijakan Uni Eropa sebagai “politik dan diskriminasi terhadap ‘Israel’”.
Tahun lalu, pakar hak asasi manusia PBB di wilayah Palestina yang diduduki menyerukan larangan produk yang dibuat di permukiman ‘Israel’ untuk menekan ‘Israel’ agar mengakhiri pendudukan dan penjajahanya.*