Hidayatullah.com–Coronavirus varian Omicron sudah merambah ke lingkungan masyarakat New Zealand, salah satu negara yang dianggap paling berhasil menekan angka infeksi Covid-19.
Perdana Menteri Jacinda Ardern hari Ahad (23/1/2022) mengatakan bahwa NZ akan berusaha memperlambat penyebaran Omicron, tetapi diperkirakan negara itu akan mencapai 1.000 kasus infeksi per hari dalam beberapa pekan mendatang.
PM Ardern mengatakan sembilan kasus Omicron telah terdeteksi di antara sebuah keluarga yang melakukan perjalanan ke Auckland untuk pernikahan dan acara lainnya. Para pejabat belum dapat menghubungkan wabah itu dengan “kasus indeks” di perbatasan.
“Itu berarti Omicron sekarang menyebar di Auckland dan mungkin wilayah Nelson Marlborough, jika tidak di tempat lain,” kata Ardern, seperti dilansir The Guardian.
Perkiraan awal menunjukkan lebih dari 100 orang menghadiri acara yang dihadiri oleh keluarga tersebut. Seorang pramugari di penerbangan mereka juga dinyatakan positif dan bertugas di beberapa kali penerbangan setelah itu.
Pada tengah malam hari Ahad ini, New Zealand akan memasuki level peringatan “merah”. Artinya, tempat usaha dan sekolah serta perjalanan domestik masih bisa berlangsung, tetapi orang wajib mengenakan masker, mengikuti aturan pembatasan kerumunan, dan diharuskan menunjukkan bukti vaksinasi untuk memasuki sebagian besar tempat bisnis non-esensial.
Wabah Omicron ini juga memaksa PM Jacinda Ardern untuk membatalkan pernikahan dengan Clarke Gayford, pria yang telah menjadi kekasihnya sejak 2013 dan bapak dari putrinya yang dilahirkan pada 2018. Pernikahan dijadwalkan akan digelar dalam beberapa pekan mendatang di Gisborne di pantai bagian timur North Island.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Berdasarkan aturan “level merah”, sampai 100 orang dapat menghadiri acara pernikahan. Namun, PM New Zealand itu lebih memilih untuk menunda pernikahan agar tidak terbentur berbagai macam pembatasan.
“Pernikahan saya tidak akan berlangsung, tetapi saya akan merasakan seperti yang dirasakan oleh banyak warga New Zealand lainnya yang memiliki pengalaman seperti itu, sebagai akibat dari pandemi,” ujar wanita pro-LGBT yang agnostik itu, yang memilih keluar dari ajaran Kristen dan dari Church of Jesus Christ of Latter-day Saints pada tahun 2017.*