Hidayatullah.com–Pihak berwenang Jerman telah mengajukan dakwaan kejahatan perang terhadap seorang wanita tersangka anggota ISIS alias Daesh alias IS, menurut pengumuman kantor kejaksaan di Karlsruhe hari Rabu (9/2/2022).
Dilansir DW, menurut pernyataan dari kantor kejaksaan tersebut perempuan warga negara Jerman bernama Jalda A itu diyakini pernah menikah beberapa kali dengan sejumlah laki-laki anggota ISIS. Dia ditahan pada bulan Oktober 2021 setibanya di bandara Frankfurt, karena surat perintah penangkapannya telah dikeluarkan oleh pengadilan regional yang lebih tinggi di Hamburg.
Dia pertama kali melakukan perjalanan ke Suriah melalui Turki pada tahun 2014, dengan tujuan bergabung dengan kelompok teroris itu. Dia tak lama kemudian menikah dengan seorang anggota ISIS lalu tinggal di kota Tal Abyad dan Raqqa di Suriah, menurut pihak kejaksaan.
Pada masa itu, dia diduga mendukung aktivitas suaminya di kelompok tersebut. Jaksa mengatakan dia menyaksikan pelaksanaan hukuman di muka publik dan kebrutalan-kebrutalan yang dilakukan ISIS. Dia bahkan membesarkan putranya dengan ideologi ISIS.
Pada April 2015, suami pertamanya meninggal dalam pertempuran. Oleh karena itu, dia menjadi “istri kedua” dari seorang petempur ISIS lainnya.
Dari September hingga Oktober 2021, dia menikah untuk ketiga kalinya dan menetap di kota Mayadin, yang terletak di bagian timur Suriah.
Suami ketiganya dicurigai mengambil seorang wanita Yazidi sebagai budak.
Jalda A diyakini dengan kesadarannya sendiri ambil bagian dalam kejahatan yang dilakukan terhadap wanita Yazidi itu, yang kerap diperkosa oleh anggota ISIS suaminya.
Kejaksaan mengatakan Jalda hampir setiap hari berbuat keji terhadap wanita Yazidi itu, terutama setelah diperkosa suaminya. “Misalnya, dia secara teratur meninju dan menendang wanita itu, menarik rambutnya atau membenturkan kepalanya ke dinding.”
Jalda A berusaha meninggalkan Suriah pada akhir 2017, tetapi ditangkap. Dia kemudian mendekam di kamp yang dikelola militan Kurdi sampai dia akhirnya dapat kembali ke Jerman.
Jerman kerap mengadili mereka yang melakukan kejahatan serius di luar negeri berdasarkan prinsip hukum yurisdiksi universal. Pada bulan Oktober tahun lalu, pengadilan Jerman menghukum seorang wanita anggota ISIS 10 tahun penjara karena membiarkan seorang gadis budak Yazidi mati karena dehidrasi.*