Hidayatullah.com — Pihak berwenang di Suriah utara mengatakan pada Kamis mereka menemukan sisa-sisa 30 jenazah korban kekejaman ISIS di situs yang diduga merupakan kuburan massal.
“Setidaknya 29 mayat, termasuk seorang wanita dan dua anak-anak, telah ditemukan di kuburan massal” di dekat sebuah hotel di Manbij, kata seorang pejabat dewan sipil kota yang berafiliasi dengan Kurdi.
Kelompok teror ISIS telah mengubah hotel itu ketika mereka menguasai Manbij antara tahun 2014 dan 2016.
Kuburan massal itu ditemukan pada hari Rabu oleh pekerja kota yang sedang melakukan pekerjaan pada sistem saluran pembuangan, menurut dewan militer Manbij.
Beberapa dari mayat yang ditemukan dalam keadaan diborgol dan ditutup matanya, katanya.
Dewan militer mengatakan tidak jelas kapan mereka terbunuh, tetapi diduga itu terjadi selama pemerintahan ISIS di Manbij.
Pemantau perang Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris mengatakan jenazah itu diyakini milik orang-orang yang diculik oleh pejuang ISIS.
Pasukan pimpinan Kurdi yang didukung AS menguasai Manbij pada 2016, setelah kelompok teroris itu terusir. Puluhan kuburan massal telah ditemukan di Iraq dan Suriah, namun proses identifikasi terbukti lambat, mahal dan rumit.
Kelompok ISIS merebut sebagian besar wilayah Iraq dan Suriah pada tahun 2014, mendeklarasikan “kekhilafahan” dan membunuh ribuan orang sebelum dikalahkan.
Para ekstremis terus beroperasi sebagai kelompok pemberontak, melancarkan serangan di kedua negara.
Salah satu kuburan massal terbesar ISIS yang diduga berisi 200 mayat dan ditemukan pada 2019 di dekat Raqqa, bekas ibu kota de-facto kelompok itu di Suriah, lansir The New Arab (28/07/2022).
Kelompok hak asasi manusia telah berulang kali meminta otoritas Kurdi dan pemerintah Suriah untuk menyelidiki nasib ribuan orang yang hilang selama pemerintahan ISIS.
Yang hilang termasuk reporter Inggris John Cantlie dan pendeta Jesuit Italia Paolo Dall’Oglio.
Perang Suriah, yang meletus pada 2011 setelah penindasan brutal terhadap protes anti-pemerintah, telah menewaskan hampir setengah juta orang dan memaksa sekitar setengah dari populasi pra-perang negara itu meninggalkan rumah mereka.*