Hidayatullah.com– Seorang nenek yang dulu pernah bekerja sebagai sekretaris untuk seorang komandan di kamp konsentrasi Nazi dinyatakan bersalah terlibat kematian lebih dari 10.505 orang.
Irmgard Furchner, 97, ketika masih remaja bekerja sebagai tukang ketik di Stutthof dari tahun 1943 sampai 1945.
Meskipun dia adalah seorang pekerja sipil, hakim menilai bahwa dia sepenuhnya mengetahui apa yang sedang terjadi di kamp konsentrasi Nazi tersebut.
Sekitar 65.000 orang diperkirakan tewas dalam kondisi yang mengerikan di Stutthof, termasuk tahanan Yahudi, orang Polandia non-Yahudi, serta tentara Soviet yang ditangkap oleh Nazi Jerman.
Di Stutthof, yang terletak di dekat kota Gdansk di Polandia modern, berbagai metode digunakan untuk membunuh tahanan, dan ribuan orang tewas di kamar gas di sana sejak Juni 1944.
Oleh karena Furchner baru berusia 18 atau 19 tahun pada saat itu, dia diadili di pengadilan remaja khusus di Itzehoe, bagian utara Jerman.
Furchner, salah satu dari segelintir wanita yang diadili atas kejahatan Nazi dalam beberapa dekade terakhir, dijatuhi hukuman percobaan penjara dua tahun, lansir BBC Selasa (20/12/202).
Ketika persidangan kasusnya dimulai pada September 2021, Irmgard Furchner kabur dari panti jompo tempat tinggalnya dan akhirnya ditemukan oleh polisi di sebuah jalan di Hamburg.
Perlu waktu 40 hari untuk membujuknya agar mau berbicara di persidangan.
“Saya memohon maaf atas semua yang terjadi… Saya menyesal berada di Stutthof kala itu – itu saja yang dapat saya katakan,” ujar wanita tua itu seperti dilansir BBC.
Komandan Stutthof, Paul-Werner Hoppe, dipenjara pada tahun 1955 karena membantu pembunuhan dan dia dibebaskan lima tahun kemudian.
Pengacara Furchner mengatakan kliennya harus dibebaskan dari dakwaan disebabkan ketidakpastian apakah dia benar-benar mengetahui apa yang terjadi di Stutthof kala itu, karena dia hanya bekerja sebagai salah satu tukang ketik di kantor Hoppe.
Pakar sejarah Stefan Hördler, yang berperan penting dalam persidangan, mendampingi dua hakim mengunjungi lokasi kamp Nazi itu. Dari kunjungan tersebut terungkap bahwa Furchner dapat melihat sebagian kondisi terburuk yang terjadi di kamp itu dari kantor komandan.
Hördler mengatakan di persidangan bahwa 27 kendaraan membawa 48.000 orang ke Stutthof antara Juni dan Oktober 1944, setelah Nazi memutuskan untuk memperluas kamp dan mempercepat pembunuhan massal dengan menggunakan gas Zyklon B.
Hördler menggambarkan kantor Hoppe sebagai “pusat saraf” dari semua yang terjadi di Stutthof.
Josef Salomonovic, yang memberikan kesaksian di persidangan, baru berusia enam tahun ketika ayahnya ditembak mati di Stutthof pada September 1944.
“Dia secara tidak langsung bersalah,” katanya kepada wartawan di pengadilan Desember lalu, “sekalipun dia hanya duduk di kantor dan membubuhkan stempelnya pada sertifikat kematian ayah saya.”
Manfred Goldberg, salah satu penyintas, mengaku kecewa dengan hukuman percobaan dua tahun penjara yang ditetapkan hakim.
“Tidak ada orang waras yang akan mengirim orang berusia 97 tahun ke penjara, tetapi hukuman seharusnya mencerminkan beratnya kejahatan,” katanya.
“Jika seorang pengutil dijatuhi hukuman dua tahun, bagaimana mungkin seseorang yang dihukum karena terlibat dalam 10.000 pembunuhan diberikan hukuman yang sama?”
Tahun lalu seorang bekas penjaga kamp konsentrasi Nazi dinyatakan tidak layak untuk diadili, meskipun pengadilan mengatakan ada “kemungkinan besar” dia bersalah atas keterlibatannya.
Pada tahun 2020, penjaga kamp SS lainnya, Bruno Dey, dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun setelah divonis bersalah terlibat dalam pembunuhan lebih dari 5.000 tahanan Nazi.*