Hidayatullah.com—Pemimpin-pemimpin Yahudi harus berdiri melawan islamofobia, anti-semitisme dan xenofobia, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari Rabu (30/3/2016), seperti dilansir kantor berita pemerintah Ankara, Anadolu.
Pemimpin Turki yang sedang berada di ibukota Amerika Serikat untuk menghadiri KTT nuklir dan mempererat kerja sama ekonomi dengan Washington itu, berkesempatan bertemu dengan tokoh-tokoh Yahudi di Amerika Serikat.
“Sayangnya, gerakan anti-semitisme, islamofobia dan xenofobia sudah berpindah dari tepi ke pusat perpolitikan,” kata Erdogan seperti dikutip Anadolu.”Kita perlu bekerja sama melawan gerakan-gerakan ini,” imbuhnya dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh Yahudi di Amerika yang tertutup bagi media itu.
Dalam pertemuan yang digelar di St. Regis Hotel itu, perwakilan Yahudi menyampaikan belasungkawa kepada Presiden Turki atas serangan-serangan berdarah yang terjadi di Ankara dan Istanbul belakangan ini. Mereka juga menyampaikan terima kasih kepada Erdogan, karena telah membantu menangani turis Israel yang menjadi korban dalam salah satu serangan di Istanbul awal bulan ini.
Pertemuan di Amerika itu digelar di saat Turki dan Israel sedang berusaha memperbaiki hubungan yang rusak menyusul serangan berdarah atas konvoi kemanusiaan Mavi Marmara 2010, lapor Anadolu.
Menurut kantor kepresidenan Turki, pertemuan tersebut digelar untuk mempererat hubungan Turki dengan komunitas Yahudi, meskipun di antara mereka terdapat perbedaan-perbedaan, kata kantor kepresidenan.
Tokoh Yahudi yang hadir dalam pertemuan itu antara lain berasal dari organisasi-organisasi terkemuka Yahudi di Amerika, seperti World Jewish Congress dan American Israeli Public Affairs Committee (AIPAC).
Pemimpin-pemimpin Yahudi dalam pertemuan itu mengatakan kepada Erdogan bahwa laporan mengenai kekerasan yang dilakukan oleh pasukan Israel terhadap rakyat Palestina di sekitar Masjid Al-Aqsha merupakan bagian dari kampanye “disinformasi” (pengalihan isu, penyimpangan informasi). Namun, Presiden Turki itu membantah pernyataan mereka dan mengatakan bahwa apa yang didengarnya berbeda dari apa yang diklaim oleh tokoh-tokoh Yahudi tersebut.
Pasca Khilafah
Hubungan Yahudi dan Turki memiliki akar sejarah panjang, bahkan sebelum berdirinya Turki Seljuk.
Yahudi telah hidup di wilayah Kekaisaran Utsmaniyah dan Turki yang modern selama lebih dari 2.400 tahun. Kaum Yahudi diperlakukan manusiawi saat berdirinya Seljuk Muslim hingga era berdirinya Kekhilafahan Utsmaniyah. Islam dinilai membawa toleransi dan kesejahteraan setelah sebelumnya mereka terusir dan dianiaya di era Inkuisisi Spanyol.
Bahkan di era Sultan Sulaiman Al-Qanuni hingga Sultan Mehmed II ada kebijakan membolehkan mereka bekerja dan memasuki Turki hingga musibah
Pengusiran Sultan Abdul Hamid II tahun 1909 oleh Gerakan Turki Muda pimpinan Musthafa Kemal Pasha dan peristiwa tahun 1924 ketika Mustafa Kemal Ataturk (sebagian mengatakan memiliki kakek moyang Yahudi) melakukan kudeta. Turki yang semula menggunakan khilafah dihapuskan dan diganti menjadi Republik Turki dimana sistem sekuler dan peradaban Barat dipaksakan mengganti Islam di semua lini. Di era ‘Bapak Sekularisme’ Turki inilah Yahudi diberikan porsi semakin luas. Hingga kini, Turki menjadi Salah satu rumah komunitas Yahudi terbesar di dunia Muslim kebanyakan tinggal di Istanbul.*