Hidayatullah.com— Badan kemanusiaan PBB, Human Rights Watch (HRW) mengatakan, mereka memiliki data satelit yang menunjukkan telah terjadi pembakaran meluas di sekitar 10 permukiman di pinggiran negara bagian Rakhine yang berbatasan dengan Bangladesh.
Desa-desa yang terbakar tersebut termasuk desa-desa minoritas yang dihuni etnis muslim Rohingya, menyusul tindakan tentara rezim Myanmar ke atas muslim Rohingya, kutip AFP.
Warga dan aktivis menuduh milter Myanmar telah menembak secara acak terhadap pria, wanita dan anak-anak Muslim Rohingya dan melakukan pembakaran.
Pemantau Hak Asasi Manusia (HRW) dalam sebuah pernyataan hari Selasa mendesak pemerintah Myanmar mengizinkan pengamat independen memasuki kawasan itu untuk mengidentifikasi penyebab kebakaran dan menilai tuduhan terjadi pelanggaran terhadap hak kemanusiaan.
“Pemerintah Burma harus memberikan akses pihak pemantau independen untuk menentukan sumber-sumber kebakaran dan menilai dugaan pelanggaran hak asasi manusia,” Human Rights Watch (HRW) dalam sebuah pernyataan pada Selasa (29/08/2017) dikutip Aljazeera.
HRW mengatakan bahwa api tersebut menyebar hingga 100 kilometer, lebih lebar dari pada kebakaran rezim pada bulan Oktober tahun lalu, di mana data menunjukkan 1.500 bangunan hancur.
Lokasi kejadian terkait dengan kesaksian saksi dan laporan media bahwa kebakaran sengaja dilakukan, kata kelompok pemantau tersebut.
“Data satelit baru ini harus menimbulkan kekhawatiran dan tindakan segera dari lembaga donor dan badan-badan PBB untuk mendesak pemerintah Burma untuk mengungkapkan tingkat kehancuran yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine,” Phil Robertson, wakil direktur HRW Asia, dalam sebuah pernyataan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada hari Senin juga mendesak Myanmar memberikan akses ke badan-badan kemanusiaan.
“Sekretaris jenderal sangat prihatin dengan laporan warga sipil yang tewas dalam operasi keamanan di negara bagian Rakhine, Myanmar,” kata kantor Guterres.
Sementara Kantor Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dalam sebuah pernyataan menyalahkan kelompok pejuang Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), yang melakukan serangan mematikan terhadap pos perbatasan pecah pada hari Jumat yang menewaskan satu tentara, 10 petugas polisi, seorang petugas imigrasi dan 77 orang.
Baca: Catatan Kekerasan Militer Myanmar terhadap Etnis Rohingya Hari ke-4
Sebagaimana diketahui, gerakan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) muncul sejak banyaknya kekerasan terhadap etnis Muslim Rohingya tanpa adanya perlindungan dari pihak manapun, terutama pemerintah Myanmar.
“Menempatkan semua kesalahan terhadap kelompok gerilyawan Rohingya, tidak membebaskan pemerintah Myanmar dari kewajiban internasional untuk menghentikan penyalahgunaan kekuasaan dan menyelidiki pelanggaran yang diduga dilakukan,” kecam HRW.
Lebih 3.000 pengungsi Rohingya tiba di Bangladesh dari Myanmar, di mana etnis muslim minoritas itu menghadapi penganiayaan sejak tiga hari lalu, kata Komisi Tinggi PBB Tentang Pengungsi (UNHCR).
Baca: Foto Satelit Tunjukkan Lebih 1000 Rumah Etnis Rohingya di Rakhine Dibakar
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
PBB meminta pihak berwenang memastikan bahwa pasukan keamanan menahan diri untuk tidak menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap etnis Rohingya.
Zeid Ra’ad al-Hussein, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengutuk serangan kelompok gerilyawan hari Jumat lalu, namun mengatakan kepemimpinan politik memiliki kewajiban untuk melindungi semua warga sipil “tanpa diskriminasi”.
Etnis Muslim Rohingya, sering disebut sebagai minoritas paling teraniaya di dunia. Keberadaannya di Myanmar ibarat bertepuk sebelah tangan. Mereka tidak diakui sebagai warga negara, tak diberi KTP, tidak punya hak sipil dan terjajah di tanah sendiri.
Sementara ratusan ribu orang yang melarikan diri ke Bangladesh, Thailand, Malaysia dan Indonesia dan negera tetangga dianggap menjadi masalah.*