Hidayatullah.com—Pihak berwenang China di Xinjiang telah membatasi jumlah Muslim, termasuk dari Uighur, untuk merayakan puasa di bulan suci Ramadhan. Tindakan ini telah menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak asasi yang melihat arahan pemerintah sebagai upaya terbaru untuk mengurangi budaya Uighur di wilayah tersebut.
Selama bertahun-tahun, para pejabat di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR) telah melarang warga etnis Uighur dan Muslim Turki lainnya dapat menjalankan Ramadhan secara penuh, termasuk melarang pegawai negeri sipil, siswa dan guru berpuasa.
Beberapa komite lingkungan di Urumqi (dalam bahasa Cina, Wulumuqi) dan beberapa pejabat desa di prefektur Kashgar (Kashi) dan Hotan (Hetian) telah menerima pemberitahuan bahwa hanya 10-50 Muslim yang diizinkan untuk berpuasa selama bulan Ramadhan, yang berlangsung dari 1 April hingga Mei.
Di sisi lain, mereka yang melakukannya diwajibkan mendaftar ke pihak berwenang, deikian menurut administrator lokal dan polisi di Xinjiang dikutip Radio Free Asia (RFA).
“Langkah-langkah Ramadhan sedang diambil,” kata seorang polisi desa di kotapraja Tokkuzak (Toukezhake) Kashgar. “Tujuannya untuk menghilangkan ketakutan [Uighur] yang takut berpuasa, selain keamanan, karena tidak boleh ada kesalahpahaman tentang kebijakan agama Partai [Komunis China]. Partai tidak pernah mengatakan melakukan penghapusan agama, tetapi untuk “China-isasi” (Sinicize).”
Seorang pejabat desa yang mengawasi 10 keluarga di daerah Ghulja (Yining) di Prefektur Otonomi Ili Kazakh (Yili Hasake), mengatakan pendaftaran sudah berlangsung di komunitasnya dan untuk orang tua dan orang dewasa, tanpa anak usia sekolah diperbolehkan berpuasa.
“Sistem ini dirancang untuk menghindari agar agama tidak memberikan efek negatif pada pikiran anak-anak,” katanya. “Ada banyak propaganda tentang itu sekarang. Ada kader dari desa yang mendaftarkan orang-orang yang memenuhi kriteria puasa.”
Pengurus desa lain yang mengawasi 10 keluarga di kota Atush (Atushi) di Prefektur Otonomi Kizilsu Kirghiz mengatakan telah menerima pemberitahuan tentang pembatasan puasa dari otoritas setempat.
“Dari 10 keluarga yang saya pimpin, dua – Tahir dan Ahmet – diidentifikasi sebagai keluarga yang bisa berpuasa,” katanya. “Keduanya sudah sudah tua dan tidak punya anak di rumah.”
Seorang karyawan etnis Uighur di sebuah hotel yang dihubungi oleh RFA hari Rabu mengatakan dia tidak berani bicara apa-apa tentang bulan suci Ramadhan dan segera menutup telepon.
Melukis ‘gambar palsu’
Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang telah memperingatkan warga etnis Uighur bahwa mereka mendapat sanksi hukum karena berpuasa, termasuk bisa dikirim ke salah satu jaringan kamp interniran XUAR yang luas, di mana pihak berwenang diyakini telah menahan hingga 1,8 juta orang etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya sejak April. 2017.
Pihak berwenang juga telah memaksa pensiunan untuk berjanji menjelang Ramadhan bahwa mereka tidak akan berpuasa atau shalat guna memberi contoh bagi masyarakat luas, yang diklaim sebagai bagaian tanggung jawab untuk memastikan orang lain bisa menahan diri (tidak melakukan hal sama).
“Sangat menyedihkan dan tragis melihat pemberitahuan China bahwa hanya orang-orang tertentu yang bisa berpuasa,” kata Turghunjan Alawudun, Direktur Komite Urusan Agama di Kongres Uighur Dunia (WUC) di Jerman. “Dunia Muslim akan menertawakan tindakan China dan tercengang dengan penetapan kuota bagi mereka yang bisa berpuasa,” tambahnya dikutip RFA.
Proyek Hak Asasi Manusia Uighur yang berbasis di Washington mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis yang menunjukkan solidaritas dengan terhadap etnis Muslim Uighur di Xinjiang yang tidak dapat melaksanakan buka puasa, makanan yang dimakan oleh umat Islam saat matahari terbenam setiap hari selama bulan Ramadhan, atau bisa shalat tarawi “tanpa mengambil risiko dicap sebagai ekstremis. ”
“Tidak akan ada Ramadhan untuk etnis Uighur di tanah air tahun ini – atau tahun apa pun – sampai kampanye genosida China diakhiri,” kata pernyataan itu.
Kampanye untuk Uighur, juga berbasis di Washington, juga mencatat bahwa Uighur di Xinjiang sekali lagi dilarang untuk beribadah dan merayakan hari besar keagamaan. “Untuk menambah penghinaan terhadap ketidakadilan ini, PKC secara selektif menyebarkan Islam untuk melukiskan gambaran palsu,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Kamis.
Presiden WUC Dolkun Isa mengatakan China telah mengubah bulan Ramadhan menjadi “bulan penderitaan genosida yang mengerikan bagi orang-orang Uighur” dan meminta para pemimpin Muslim di seluruh dunia untuk mengutuk pelanggaran hak asasi yang terjadi di Xinjiang.
“Adalah kewajiban agama dan moral Anda untuk meminta China menghentikan genosida yang sedang berlangsung ini,” katanya. “Sejarah tidak akan memperlakukan Anda dengan baik jika Anda terus membiarkan genosida ini berlanjut di bawah pengawasan Anda.”
AS dan parlemen di beberapa negara Barat telah menyatakan tindakan China terhadap Uighur dan orang Turki lainnya sebagai genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, meskipun China telah membantah tuduhan pelecehan.*