Hidayatullah.com—Setelah bertahun-tahun tersandera dengan ancaman pembunuhan, penulis novel The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan) paling diburu, Salman Rushdie ditikam di atas panggung di negara bagian New York. Pemenang Booker Prize berusia 75 itu mengalami hari naas saat berbicara di sebuah acara di Chautauqua Institution pada saat itu, kutip BBC.
Polisi Negara Bagian New York mengatakan seorang pria berlari ke atas panggung dan menyerang Rushdie dan seorang pewawancara. Polisi menahan seorang tersangka bernama Hadi Matar, 24, dari Fairview, New Jersey.
Menurut BBC, Rushdie ditikam setidaknya sekali di leher, dan setidaknya sekali di perut. Dia dibawa ke rumah sakit di Erie, Pennsylvania, dengan helikopter. Belum ada motif atau tuduhan yang dikonfirmasi oleh polisi.
Penulis telah menjalani operasi, polisi dan agennya mengkonfirmasi. Pewawancara yang juga berada di atas panggung, Henry Reese, mengalami cedera kepala ringan dan dibawa ke rumah sakit setempat.
Reese adalah salah satu pendiri organisasi nirlaba yang menyediakan perlindungan bagi para penulis yang diasingkan di bawah ‘ancaman pembunuhan’. Polisi mengatakan pada konferensi pers bahwa staf dan penonton bergegas menyerang pelaku dan menangkapnya.
Sebuah video yang diunggah secara online menunjukkan saat orang-orang berlari ke atas panggung segera setelah insiden itu. Polisi mengatakan seorang dokter di antara penonton memberikan pertolongan pertama kepada Rushdie.
Fatwa Mati
Novelis kelahiran India Rushdie adalah penulis Midnight’s Children pada tahun 1981, yang kemudian terjual lebih dari satu juta kopi di Inggris. Namanya melambung setelah menulis yang dianggap menghina Islam berjudul The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan) tahun 1988.
Penerbitan The Satanic Verses memicu kemarahan dunia Muslim. Hal tersebut karena salah satu karakter, bernama “Mahound”, memiliki kemiripan dengan kisah Nabi Muhammad ﷺ. Nama Mahound sendiri sering digunakan dalam drama Kristen abad pertengahan untuk menggambarkan tokoh setan.
Banyak Muslim menyimpulkan Rushdie, dalam novelnya, nampak ingin mengarahkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang nabi palsu. Dalam novel tersebut, Rushdie juga menamai dua belas pelacur di rumah bordil dengan nama-nama istri Nabi.
Dia menggunakan tradisi yang didiskreditkan dan palsu – yang disebut Ayat-ayat Setan – di mana Setan mengilhami Muhammad ﷺ untuk berkompromi dengan orang-orang Makkah dan membiarkan mereka terus menyembah dewa-dewa lain dalam upaya untuk memikat mereka masuk Islam.

Selain mengejek Nabi Muhammad ada karakter yang secara jelas didasarkan pada Pemimpin Tertinggi Syiah Iran. Pada 14 Februari 1989, Ayatollah Khomeini, mengeluarkan tanggapan paling keras, menyerukan “semua Muslim pemberani” untuk membunuh Rushdie dan penerbitnya.
Khomeini mengeluarkan fatwa hukuman mati dan sayembara bagi yang bisa membunuhnya akan mendapat hadiah $ 3 juta kala itu (sekarang sekitar Rp 44 miliar), dan sebuah yayasan keagamaan Iran menambahkan lebih $500.000 hadiah tambahan pada tahun 2012.
Warga negara Inggris-Amerika – yang seorang ateis ini – telah telah menghadapi ancaman pembunuhan selama lebih dari 30 tahun sejak penerbitan The Satanic Verses. Sejak peristiwa ini membuatkan harus bersembunyi selama hampir sembilan tahun.
Rushdie sendiri mengatakan dorongan utama novelnya adalah untuk memeriksa pengalaman imigran, tetapi beberapa Muslim tersinggung oleh penggambaran Nabi Muhammad ﷺ dan mempertanyakan sifat wahyu Al-Qur’an sebagai firman Tuhan.
“Ayat-ayat Setan” dilarang pertama kali di negara kelahiran penulisnya, India, dan kemudian beberapa negara lain sebelum Ayatollah Khomeini dari Iran mengeluarkan fatwanya ancaman hukuman mati baginya. Fatwa yang belum dibatalkan sampai hari ini menyerukan pembunuhan siapa pun yang terlibat dalam penerbitan buku tersebut dan menawarkan hadiah kepada mereka yang mengambil bagian dalam pembunuhan tersebut.
Ia sempat meminta maaf namun tetapi bersembunyi selama 10 tahun setelah keluarnya fatwa, namun tidak pernah menyesal menulis itu. Meskipun Salman Rushdie melukai banyak umat Islan, ia dianugerahi gelar bangsawan pada tahun 2007 oleh Ratu Inggris, yang ujungnya memicu aksi protes di Iran dan Pakistan.
Penampilannya di acara Chautauqua Institution, di barat New York, adalah yang pertama dalam rangkaian kuliah musim panas yang diselenggarakan oleh organisasi nirlaba. “Terkejut bahwa Sir Salman Rushdie telah ditikam saat menjalankan hak yang tidak boleh berhenti kami pertahankan,” ujar Perdana Menteri Inggris Boris Johnson melalui ciutan twitter.*