Hidayatullah.com–Partai Persatuan Pembangunan (PPP) nampaknya mulai kebingungan antara sikap idiologi dan keinginan berkuasa. Buktinya, keputusan Majelis Syariah DPP PPP yang sebelumnya telah menetapkan masih konsisten menolak adanya presiden wanita ditolak kadernya sendiri. Seperti diketaui, Jum’at, (23/4) kemarin, kepada beberapa wartawan ibu kota, fungsionaris DPP PPP Chozin Chumaedi mengatakan bahwa Majelis Syariah DPP PPP tetap konsisten menolak adanya presiden wanita. Menurut Chozin, majelis telah memberikan pertimbangan kepada Ketua Umum Hamzah Haz dan DPP sendiri mengenai kepemimpinan yang akan datang. Pada prinsipnya, kata dia, seperti pertimbangan yang diberikan majelis pada 1999. Tahun ini, Majelis Syariah tetap memberikan pertimbangan jangan memilih pemimpin perempuan. “Namun rekomendasi majelis bukanlah harga mati. Ini hanya pertimbangan syariah ang diberikan ke DPP PPP sebagai parpol Islam,” ujarnya di kediaman Hamzah hari ini seperti dikutip Bisnis.com siang ini. Dia menambahkan keputusan Majelis Syariah memang cukup kuat. Namun secara politis tetap harus disesuaikan dengan realias kekuatan politik yang ada. Boleh jadi karena kuatir akan mempersulit posisi Hamzah, buru-buru kader PPP yang lain, Ali Marwan Hanan membantahnya. “Tidak ada rumusan seperti itu. Tapi pada tahun 1999 lalu Majelis Syariah merekomendasikan akan mencalonkan putera bangsa terbaik yang beragama Islam. Itu menuju pak Hamzah Haz, “ujar Ali Marwan Hanan dikutip detik.com. Pilihan Berkuasa Semenjak Pemilu 1999, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih merupakan partai Islam yang masuk lima besar. Sikapnya yang lebih jelas membela kepentingan Islam menjadikan PPP tetap memiliki suara besar dibanding saudaranya PAN. Belakangan, sikap tegas pemimpinnya, Hamzah Haz makin hilang beberapa saat setelah sibuk menjadi Wakil Presiden. Sebagai contoh, beberapa bulan setelah menjadi Wapres, Hamzah bahkan sempat mengobral janji akan membela kepentingan Islam dari tangan asing dan tekanan AS, terutama terhadap kasus Abu Bakar Ba’asyir. Sayang, janjinya itu belakangan berangsur-angsur redup dan tak pernah terealiasi. Yang lebih mengagetkan, sikap PPP yang akan berkoalisi dengan partai PDI-P setelah perolehan suara Pemilu 2004 lalu. Dalam rapat DPP PPP yang digelar di rumah dinas Wapres Hamzah Haz, Jakarta, Rabu (21/4), PPP lebih memilih mendampingi Megawati mesti di tahun 1999, anak Soekarno itu sempat dinyatakan haram karena wanita. Boleh jadi, kesediaan PPP itu akan dianggap konstituennya yang mayoritas beragama Islam sebagai ambisi partai yang ingin berkuasa dan mengkhianati amanah para pemilihnya. (bi/dtc/cha)