Hidayatullah.com–Pemerintah Provinsi Aceh belum menyetujui materi kedua dalam rancangan Qanun (Perda) tentang hukuman sampai mati pelaku zina bagi orang yang sudah berkeluarga (menikah).
“Perlu dipahami bahwa Pemerintah Aceh bukan tidak setuju dengan rancangan Qanun itu, tapi masalahnya masih tertera hukum rajam sampai mati dalam rancangan Qanun tersebut,” kata Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf di Banda Aceh, Ahad.
Melalui Karo Hukum dan Humas Sekretariat Provinsi Aceh, A Hamid Zein, dia menyatakan, ada beberapa pertimbangan sehingga pemerintah menunda menandatangani Qanun tersebut.
“Beberapa pertimbangan Pemerintah Aceh, khususnya Gubernur Irwandi Yusuf belum menandatangani Qanun tersebut, antara lain masih ada hukuman mati dalam rancangan itu sehingga belum disetujui kedua pihak,” katanya.
Rancangan Qanun tentang Hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat ini telah disahkan menjadi Qanun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2004-2009, Agustus 2009.
Hamid Zein menjelaskan, sebelumnya Pemerintah Aceh telah mengeluarkan pernyataan keberatan kepada pihak legislatif tentang pasal rajam sampai mati bagi pelaku zina tersebut.
“Untuk menerapkan “uqubat” rajam terhadap penzina, kami memandang masih memerlukan pengkajian lebih mendalam dan komprehensif karena dalam pelaksanaannya identik dengan hukuman mati,” katanya.
Pelaksanaan rajam jangan dilaksanakan secara terburu-buru, akan tetapi secara bertahap, termasuk penerapannya. Diperlukan kesiapan masyarakat dan sumber daya pelaksana, serta sarana dan prasarana pendukung sebagai bagian dari sistem hukum nasional.
Selain itu, Pemerintah Aceh memerlukan pengkajian mendalam dari berbagai sudut dan pendapat ulama serta teknis penerapannya.
Beberapa pengaturan terkait penetapan besarnya hukuman cambuk bagi penzina yang dapat di “takzir” dalam Qanun itu, masih dipandang terlalu tinggi, sehingga perlu dikaji kembali.
Misalnya “maisir” paling banyak 60 kali cambuk atau denda paling banyak 600 gram emas murni atau penjara paling lama 60 bulan.
Terkait hal itu, kata Hamid Zein, Pemerintah Aceh sudah meminta kepada legislatif agar besarnya hukuman bagi masing-masing terhukum dikurangi atau diturunkan hukuman, maksimalnya menjadi 40 kali cambuk dan denda 400 gram emas, atau penjara paling lama 40 bulan.
Untuk pelanggar lainnya, seperti pelaku khalwat, ikhtilath, pelecehan seksual, pemerkosaan, liwath (homo seks), dan musahaqah (lesbian), hendaknya diturunkan, disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, jelasnya. [ant/hidayatullah.com]