Hidayatullah.com—Kerjasama dengan Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2) telah berakhir 16 Oktober 2009. Namun sebagai gantinya, akan dibentuk Indonesia USAID Center for Biomedical and Publichealth Center (IUC).
Meski tak melibatkan militer AS, banyak yang sudah mulai khawatir. Jangan sampai IUC beroperasi seperti Namru.
Kekhawatiran ini disampaikan Presidium Mer-C, Dr. Jose Rizal Jurnalis.
“Persoalannya bukan militer atau bukan. Dia bisa ambil sampel bolak-balik, tapi tidak bisa diperiksa. Apalagi mental peneliti kita selalu inferior jika berhadapan dengan peneliti asing,” ujar Jose.
Mer-C atau Medical Emergency Rescue Committee adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kegawatdaruratan medis.
Hal ini dikatakan Jose Rizal dalam jumpa pers di kantornya, Jl Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Jumat siang (23/10).
Jose menjelaskan, dalam menjaga keluar masuk virus, tidak bisa hanya dipandang dari aspek penelitian, tetapi harus dilihat juga dari faktor pertahanan dan keamanan negara.
“Konteks kerjasama yang lain harus diwaspadai agar tidak sama seperti Namru,” ungkapnya.
Menurut Jose, Namru adalah persoalan bagi bangsa ini. Specimen keluar masuk tanpa diperiksa. Namru sudah lama mengadakan penelitian, tetapi makin lama penyakit bukan makin mudah diobati.
“Kalau specimen virus disalahgunakan, bahkan hingga dijadikan senjata biologi, tentu sangat berbahaya,” tambahnya.
Jose pun meminta agar kerjasama Depkes AS dan Depkes RI ini peneliti Indonesia bisa mendapat akses seluas-luasnya. Jose juga meminta agar lembaga ini transparan dan ada pengawasan secara ketat.
“Lebih baik lagi jika ada tim khusus yang mengawasi penelitian asing di Indonesia. Tim ini harus independen,” pungkasnya.
“Sekarang ini sudah banyak penyakit tidak jelas di Indonesia dan kita mencurigai penyebaran itu direkayasa,” katanya. [mer/cha/hidayatullah.com]