Hidayatullah.com–Prostitusi dan lokalisasi pelacuran di Jawa Timur harus ditutup karena berdasarkan Perda nomor 7, tidak ada ijin bangunan yang peruntukannya prostitusi dan lokalisasi. Demikian penjelasan H Munif, Sekretaris Umum MUI Kota Surabaya yang juga mantan Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya dalam pertemuan gerakan umat Islam bersatu Jatim di kantor MUI Jatim, Rabu (10/11) siang.
Senada dengan Munif, KH Abdusshomad Buchori, Ketua MUI Jatim, secara hukum negara saja lokalisasi dan prostitusi tidak ada.
“Jadi sebaiknya pemerintah daerah harus berani memberantas dan membubarkan lokalisasi pelacur . seperti Dolly,” tambah ketua MUI Jatim. Kawasan Dolly , Putat, Krembangan Asri, Kremil, Sememi, dan Klakahrejo yang berada di kawasan kota Surabaya itu bukanlah tempat lokalisasi. Daerah itu justru perkampungan masyarakat yang semestinya steril dari pelacuran.
“Tidak ada alasan mendasar untuk tidak menutup kawasan pelacuran. Sebab daerah pelacuran dapat dipastikan sebagai sarang menjamurnya penyakit kelamin seperti HIV dan AIDS,” jelasnya.
Bahkan menurut Munif, tidak ada PAD masuk dari bisnis pelacuran. Pembubaran tempat pelacuran itu dibutuhkan keberanian pemerintah setempat, masyarakat dan ormas Islam, tegas Abdussomad.
Oleh karena itu MUI Jatim meminta kepada pemerintah daerah tingkat Jawa Timur maupun daerah kabupaten dan kota bersama ormas Islam se Jawa Timur untuk berani secara tegas membubarkan tempat-tempat lokalisasi pelacuran.
“Tidak ada keuntungan apapun dengan hadirnya lokalisasi pelacuran baik material termasuk APBD maupun moril,” jelas ketua MUI Jatim. Bahkan masyarakat sekitar lokalisasi itu justru risih karena lingkungannnya menjadi kotor dan penuh preman, tambahnya. Belum lagi penyakit kelamin dan moral anak-anak warga sekitar lokalisasi pelacuran itu pasti juga teracuni.
“Sesungguhnya saya saja malu menjadi warga Surabaya, karena Surabaya tempat pelacuran yang terbesar di Asia Tenggara,” jelasnya di hadapan 17 pimpinan organisasi massa Islam se Jawa Timur. [amz/hidayatullah.com]