Hidayatullah.com–Keberhasilan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Patrialis Akbar membebaskan 316 WNI/TKI kasus hukuman ringan dari sejumlah tahanan di Arab Saudi, dinilai menjadi momentum bagi Perwakilan RI baik KBRI ataupun KJRI berikut anggota tim hukumnya untuk membebaskan lebih banyak lagi TKI terkena kasus. Upaya dan peluang ke arah pembebasan hukuman para TKI pun semakin besar.
Demikian disampaikan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat di Jakarta, Rabu (20/4), menanggapi hasil kesepakatan Menhukham Patrialis Akbar dengan Menteri Kehakiman Arab Saudi, Mohammad Bin Abdul Karim Al Isya di Riyadh, Rabu (13/4) mengenai pembebasan 316 WNI/TKI tersebut.
Sebanyak 316 WNI/TKI itu, kata Jumhur, mengalami sangkaan tindak pidana pencurian dan kini sedang proses pemulangan (deportasi) ke tanah air dengan tanggungan Pemerintah Arab Saudi.
Sementara itu, di berbagai penjara Arab Saudi sendiri terdapat 1.719 WNI/TKI yang sebagian besar berupa kasus kriminal mulai pencurian, perkelahian, penipuan, selain kedapatan berduaan dengan lawan jenis (bukan muhrim) di tempat terlarang. Selanjutnya, 78 orang di antaranya dengan hukuman berat serta 23 TKI terkena ancaman hukuman mati.
“Dari 23 yang terkena ancaman hukum pancung (mati) akibat kasus pembunuhan, dua TKI diketahui bernama Darsem Binti Daud Tawar (25), asal Subang, Jawa Barat dan Siti Zainab Binti Duhri Rupa asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur telah dibebaskan dari hukuman mati (qishash) dengan pemaafan keluarga korban serta digantikan diyat (pembayaran denda), khususnya terhadap Darsem,” jelas Jumhur.
Darsem yang bekerja sejak pertengahan 2006 pada keluarga Ibrahim Soleh Ahmad Mubariki di kota Riyadh, terancam vonis mati oleh pengadilan Riyadh pada 28 Juni 2008 lantaran membunuh keluarga majikannya berkebangsaan Yaman, Walid, yang hendak memperkosanya sekitar Desember 2007, hingga pengadilan berikutnya, 6 Mei 2009, vonis mati ditetapkan terhadap Darsem sekaligus menawarkan jalan damai dalam bentuk diyat. Pihak keluarga korban akhirnya bersepakat damai dengan tebusan diyat sebesar 2 Juta Real Saudi atau setara Rp 4,7 Milyar.
Adapun Siti Zainab, kasusnya juga membunuh keluarga majikan sekitar 1998 di Madinah dan mendapat vonis hukuman mati dari pengadilan di Arab Saudi, sampai kemudian dibebaskan dengan maaf dari majikan namun tidak berbentuk diyat. Siti Zainab justru diminta menghafal 30 juz Al Quran. Kini, Zainab sudah menghafalkan 24 juz lebih sehingga tinggal 4 juz saja yang harus dihafalkannya.
Jumhur mengungkapkan, keberhasilan Patrialis Akbar perlu diapresiasi dengan menjadikan pembebasan 316 WNI/TKI sebagai langkah membebaskan para tahanan lainnya, utamanya 21 WNI/TKI yang terancam hukuman mati. Sikap pemerintah Arab Saudi yang membuka diri terkait pembebasan itu juga patut dihargai tinggi.
Menurutnya, BNP2TKI akan memberikan dukungan maksimal kepada Tim Hukum Indonesia, termasuk petugas KBRI/KJRI untuk membebaskan ke-21 WNI/TKI tersebut. Dukungan itu, antara lain memberikan data dan bahan kesaksian yang lebih lengkap, yang diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan agar para WNI/TKI mendapatkan pengampunan.
Ditambahkan, Perwakilan RI melalui Kedutaan Besar RI di Riyadh, terus mengupayakan pengampunan terhadap 21 WNI/TKI itu. Upaya mediasi bagi ke-21 TKI kini ditempuh melalui lembaga pemaafan yang dibentuk oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, yakni Lajnah Al’afwu.
“Jadi, KBRI tidak berhenti menangani kasus yang dihadapi para TKI, dengan mengusahakan agar pemerintah Kerajaan Arab Saudi menunda hukuman mati bagi ke-21 TKI, sambil menunggu tercapainya mediasi melalui lembaga pemaafan untuk pembebasan mereka dari jerat hukuman mati oleh pengadilan, dan digantikan dengan keringanan hukuman ataupun denda,” ujarnya.
Jumhur menegaskan, pemerintah tidak akan membiarkan WNI/TKI terlantar kasusnya dari berbagai ancaman hukuman, baik ringan, berat, atau hukuman mati. Karenanya, Perwakilan RI melakukan pembelaan hukum serta jalan pendekatan lainnya dengan prinsip perlindungan hukum sepenuhnya maupun untuk pembebasan para TKI. *