Hidayatullah.com–Gerakan terorisme memiliki motif yang bermacam macam, sementara itu mereka bergerak secara faksional. Sehingga dari situ, persoalan terorisme tidak bisa dilihat hanya secara monilitik atau tunggal berdiri sendiri tanpa melihat variabel lainnya.
Demikian dikatakan Ketua Umum Persyarikatan Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA, dalam acara Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah yang mengangkat tema Ancaman NII: “Mitos atau Realitas”, di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya No. 62 Jakarta, Kamis (28/04) malam.
Din mengimbuhkan, upaya pemerintah mengatasi gerakan Negara Islam Indonesia (NII)) yang memililiki sejumlah faksi-faksi di dalamnya itu dianggapnya sudah terlambat.
Semenjak ia menjadi Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), lanjut Din, pada tahun 2005 pihaknya sudah melaporkan hasil penelitian perihal Pondok Pesantren Al-Zaytun ke pihak aparat pemerintah terkait, seperti ke Depdiknas dan Mabes Polri.
Hasil penelitian MUI tersebut menemukan adanya entitas Al-Zaytun dan KW9. “Namun tidak ada tindaklanjut,” kata Din.
Ia juga menyayangkan adanya pernyataan dari aparat pemerintah baru-baru ini yang menuduh gempitanya gerakan NII karena ormas-ormas Islam tidak sigap membimbing umat.
“Bukannya ormas Islam seperti Muhammadiyah tidak sigap, justru ini adalah tugas pemerintah. Ini tugasnya Dirjen BIMAS Islam karena mereka punya anggaran untuk itu,” kata Din.
Din berharapa agar pemberantasan terorisme tidak semata dimonopoli oleh pemerintah dan tidak mengajak serta ormas-ormas agama.
Din menilai, justru dengan langkah langkah merangkul semua kalangan ini merupakan cara pencegahan yang efektif membendung arus radikalisme di Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR, Tubagus Hasanuddin, pada kesempatan yang sama menilai bahwa terorisme sebenarnya, “Masalahnya di hulu, bukan di hilir saja yang dilihat.”
Sebab itu, kata dia, pasti ada oknum coba bermain di balik aksi para pelaku aksi terorisme tersebut.
Menurut Hasanuddin, untuk pencegahannya, efektif melibatkan seluruh elemen masyarakat. Dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi wakil rakyat yang ada di DPR.
“Jadi anggota DPR resesnya jangan malah keluar negeri, tapi datangilah kelompok ini untuk berdialog,” kata Hasanuddin.*