Hidayatullah.com–Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, rancangan peraturan pemerintah (RPP) Pengamanan Bahan Adiktif Tembakau untuk Kesehatan untuk melindungi anak Indonesia.
“Pemerintah ingin melindungi anak-anak dari bahaya merokok, apalagi perokok usia dini juga semakin merisaukan,” kata Menko Kesra Agung Laksono di Jakarta, Rabu (4/7/2012), pada berita Antara.
Ia menjelaskan, RPP ini sangat diperlukan untuk melindungi generasi muda Indonesia dari kecanduan merokok dan bukan untuk mematikan industri rokok, melarang menanam tembakau, atau merokok bagi orang dewasa. Itu pandangan yang keliru, masyarakat jangan apriori dengan RPP ini.
Menurut dia, RPP Pengendalian Tembakau berisi mengenai ketentuan besar label peringatan minimal 40 persen dari besar bungkus rokok, batasan umur 18 tahun untuk konsumen rokok, larangan menjual rokok di sekitar sekolah dan tempat ibadah, pengadaan “smoking area”, dan pembatasan iklan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nova Riyanti Yusuf (Noriyu), mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tembakau harus didukung.
Menurut dia, sebagai salah satu negara yang ikut menyusun kerangka Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana sudah 174 negara yang meratifikasinya, konvensi itu sudah menjadi hukum internasional.
“Dengan demikian, RPP Tembakau yang juga sejalan dengan FCTC haruslah didukung,” kata Noriyu di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, ada pihak tertentu yang berusaha membohongi petani tembakau dengan menyatakan RPP tembakau dan ratifikasi FCTC akan mencederai petani tembakau.
“Isi RPP dan FCTC adalah regulasi agar ada hak bagi non-perokok tidak menjadi perokok pasif. Dan apa kita tidak malu anak-anak kecil beredar di YouTube sedang merokok,” kata politisi Partai Demokrat itu, dalam berita Antara.
Dia menjelaskan, Kementerian Kesehatan sudah banyak berkompromi dengan industri rokok. Misalnya, iklan di billboard maksimal 12 meter persegi, namun di RPP dibolehkan hingga 72 meter persegi.
Dia mengklaim bahwa penekanan RPP tembakau sifatnya mengatur agar asap rokok tidak sembarangan lagi menyakiti non-perokok. Namun dia tak menyentuh sedikit pun soal arah rokok putih produksi asing yang akan didorong menggantikan rokok kretek yang menggunakan tembakau produk petani Indonesia.
“Harus ada standarisasi untuk melindungi non-perokok,” katanya.
Terkait aksi demo petani tembakau di Kementerian Kesehatan, Noriyu tak sependapat para petani tersebut melakukan aksi untuk menolak disahkannya RPP Tembakau. “Memang bisnis yang paling enak adalah bisnis yang membuat orang adiktif. Mau sakit sampai mati pun, tidak peduli,” kata Noriyu.
Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR itu, sangat penting kalau semua pihak mau menghargai hak asasi manusia WNI yang tidak merokok.
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam suatu kesempatan mengatakan, kerugian akibat rokok terhadap kesehatan masyarakat mencapai Rp220 triliun sedangkan keuntungan cukai “hanya” sebesar Rp70 triliun.
“Kerugian itu adalah kerugian langsung maupun tidak langsung, termasuk biaya perawatan penyakit yang dipicu oleh rokok,” ujarnya.*
Keterangan foto: Menko Kesra Agung Laksono.